JAKARTA, KOMPAS— Badan Nasional Pengelola Perbatasan Kementerian Dalam Negeri tengah mempersiapkan rencana pembangunan 11 pos lintas batas negara baru. Pembangunan PLBN tersebut disiapkan berada di sejumlah provinsi, seperti Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Papua, Kepulauan Riau dan Nusa Tenggara Timur.
“Rencana pembangunan PLBN itu harus segera dilakukan supaya masyarakat mendapatkan manfaatnya. Kehadiran dan fungsi PLBN adalah untuk memastikan bahwa masyarakat di perbatasan dijamin keamanan dan kesejahteraannya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris BNPP Widodo Sigit Pudjianto, di Jakarta Rabu (2/1/2018).
Lokasi pembangunan pos, lanjut Sigit, disesuaikan dengan pemetaan dan potensi aktivitas di daerah perbatasan. Semakin banyak aktivitas keluar masuk di tittik itu, maka urgensi pembangunan PLBN harus segera ditindak lanjuti.
Sebelumnya, tujuh PLBN terpadu telah selesai dibangun dan diserahterimakan kepada BNPP. Ketujuh PLBN tersebut adalah PLBN Entikong, Badau, dan Aruk di Kalimantan Barat, PLBN Motaain, Matamasin, dan Wini di NTT, serta PLBN Skouw di Papua. (Kompas, 2/10/2018)
PLBN merupakan pos perlintasan lalu lalang barang dan orang yang keluar masuk Indonesia. Selain menjalankan fungsi kepabean, keimigrasian, dan keamanan, PLBN juga berpotensi mendukung aktivitas ekonomi masyarakat.
Tantangan
Upaya pembangunan itu seharusnya diikuti dengan peningkatan koordinasi antara pusat dan daerah. “Koordinasi di tingkat bawah masih tergolong punya ego sektor yang tinggi. Padahal, koordinasi bersama itu dibutuhkan agar dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat,” ujar Sigit.
Dari sisi masyarakat, menurut Sigit, mereka mendukung adanya pembangunan pos itu. Bahkan PLBN kini menjadi salah satu destinasi wisata baru, karena lokasinya yang indah dan menarik.
“Konser atau pertunjukan musik juga bisa digelar di sana untuk hiburan masyarakat,” ucap Sigit.
Belum optimal
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron, mengatakan, pada setiap era pemerintahan, perbatasan menjadi program strategis. Banyaknya pintu-pintu masuk perbatasan negara harus diberikan perhatian khusus. Misalnya, PLBN harus dibangun secara memadai, baik fisik maupun esensinya.
“Sejauh ini pembangunan PLBN sudah baik secara fisik, tapi secara fungsi belum optimal. Pintu-pintu perbatasan sebaiknya dijadikan pusat pertumbuhan ekonomi,” ujar Herman.
Dia mengaku pernah mengunjungi sejumlah PLBN di tanah air. Menurutnya, ke depan PLBN harus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yaitu sejumlah industri bisa dibangun di perbatasan.
Selain itu, di wilayah daratan yang berbatasan langsung dengan negara lain dapat ditetapkan Free Trade Zone (FTZ) secara terbatas, sehingga menarik investor untuk turut membangun di perbatasan.
Senada dengan Herman, anggota Komisi II DPR RI dari fraksi Partai PDI-Perjuangan Arif Wibowo menyampaikan, secara fisik infrastruktur PLBN yang dibangun sudah baik dan mengalami kemajuan pesat, tapi ada sejumlah pekerjaan rumah yang perlu diperhatikan.
Pertama, agar wilayah perbatasan itu lebih fokus pada sentra ekonomi, sehingga masyarakat tidak bergantung pada negara tetangga. Selanjutnya, penataan ulang sistem kepabeanan dan keimigrasian perlu dilakukan, agar tidak merugikan negara dengan keluar masuknya orang lewat \'jalur tikus\'.
Ketiga, merevisi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Arif mengatakan, otoritas BNPP harus diperkuat, karena kerja BNPP tidak akan maksimal tanpa koordinasi antara kementerian dan lembaga ditingkat pusat. Sedangkan, di tingkat daerah provinsi, dan Kabupaten/kota.
“Program-program BNPP sering berjalan tidak optimal karena koordinasinya lemah. BNPP kurang kuat pada fokus dan kewenangan,” ujar Arif.
Arif menyarankan, agar presiden lebih memperhatikan BNPP karena menyangkut kedaulatan negara. Dari aspek kebijakan, misalnya, merevisi UU tersebut. (MELATI MEWANGI)