JAKARTA, KOMPAS — Program bahan bakar minyak atau BBM satu harga sampai tutup tahun 2018 sudah menjangkau 131 lokasi di seluruh Indonesia. Pemerintah menargetkan penambahan pada 29 lokasi baru di tahun ini. Perizinan di daerah dan pembebasan lahan masih menjadi kendala pada program ini.
Program ini menjual BBM jenis premium dan solar bersubsidi masing-masing seharga Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter. Yang melatarbelakangi lahirnya program ini adalah harga jual premium dan solar bersubsidi jauh melampaui harga resmi yang ditetapkan pemerintah tersebut. Di sejumlah tempat, terutama wilayah terpencil di Papua, Maluku, dan sebagian Kalimantan, premium dijual dari Rp 10.000 per liter hingga Rp 50.000 per liter.
Melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan secara Nasional, pemerintah menentukan lokasi yang menjadi sasaran BBM satu harga. PT Pertamina (Persero) ditunjuk sebagai badan usaha milik negara yang menjadi pelaksana program. Sasaran program ini adalah daerah yang masuk kategori tertinggal, terdepan, dan terluar, dengan infrastruktur jalan raya yang amat terbatas sehingga menyulitkan pendistribusian BBM.
"Sepanjang 2018, kami sudah merealisasikan program BBM satu harga di 69 lokasi atau melebihi target yang diberikan pemerintah yang sebanyak 67 lokasi. Sejauh ini, Papua adalah wilayah yang paling banyak menjadi sasaran program BBM satu harga, yaitu sebanyak 28 lokasi," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito, Senin (31/12/2018), di Jakarta.
Adiatma menambahkan, program BBM satu harga yang diwujudkan dengan pembangunan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di lokasi sasaran, mampu menumbuhkan aktivitas perekonomian setempat. Masyarakat di lokasi tersebut kian mudah mendapatkan premium dan solar bersubsidi dengan harga resmi yang ditetapkan pemerintah. Efisiensi ongkos angkut dan penurunan harga barang menjadi dampak lanjutan dari program ini.
Kepala Badan Pengahur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, realiasai program BBM satu harga sampai akhir 2018 lalu diharapkan bisa menjangkau sekitar 421.000 keluarga. Artinya, hampir ada 2 juta jiwa yang mendapat manfaat dari program tersebut. Bersama Kementerian ESDM, BPH Migas akan terus berupaya merealisasikan program BBM satu harga semaksimal mungkin.
"Tidak sedikit kendala yang kami hadapi untuk merealisasikan program BBM satu harga, seperti keterjangkauan lokasi yang sangat terbatas, hingga pengurusan perizinan di lokasi sasaran yang belum bisa cepat," ujar Fanshurullah.
Fanshurullah mengakui, dari sekitar 7.000 SPBU dan lembaga penyalur BBM di seluruh Indonesia belum mencerminkan kondisi yang ideal. Ia mencontohkan satu SPBU di Jawa yang area layanannya menjangkau 35 kilometer per segi. Di luar Jawa, satu SPBU melayani area seluas 500 kilometer persegi, sedangkan di wilayah yang masuk dalam kategori tertinggal, terdepan, dan terluar, satu SPBU melayani area seluas lebih dari 1.00 kilometer persegi.
Program BBM satu harga di 2019 akan direalisasikan di Kalimantan sebanyak sembilan lokasi, Nusa Tenggara Barat enam lokasi, Nusa Tenggara Timur sembilan lokasi, serta di Maluku dan Maluku Utara sebanyak lima lokasi. Badan usaha swasta yang turut berpartisipasi dalam program ini adalah PT AKR Corporindo Tbk.
Data yang didapat Kompas, ongkos angkut lewat darat untuk program BBM satu harga sekitar Rp 2.400 per liter, laut Rp 3.200 per liter, dan lewat udara Rp 42.500 per liter. Adapun proporsi biaya angkut berdasar moda transportasi terbesar adalah lewat laut 52,4 persen, melalui udara 36,3 persen, dan lewat darat sebanyak 11,3 persen. Secara volume, program BBM satu harga hanya 0,05 persen dari total volume BBM yang disalurkan Pertamina di Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah memastikan harga premium dan solar bersubsidi tidak akan berubah pada tahun ini. Salah satu pertimbangan utamanya adalah untuk menjaga daya beli masyarakat. Di sisi lain, pemerintah punya ruang menyesuaikan harga berdasar pergerakan harga minyak mentah dunia dan posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dengan kebijakan harga BBM, khususnya premium dan solar bersubsidi. Kendati alasan menjual premium dan solar bersubsidi di bawah harga keekonomian adalah untuk menjaga daya beli masyarakat, kebijakan itu bakal membebani fiskal negara maupun Pertamina.