JAKARTA, KOMPAS - Target pendapatan negara dalam APBN 2019 mencapai Rp 2.165,1 triliun. Pendapatan yang sebagian besar ditopang dari penerimaan perpajakan ini dinilai cukup berat jika hanya mengandalkan peningkatan kepatuhan.
Target pendapatan negara dalam APBN 2019 terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.786,4 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 378,3 triliun, dan hibah sekitar Rp 400 miliar. Secara kumulatif, pendapatan negara tahun 2019 diproyeksikan tumbuh melambat dibandingkan 2018 yang masing-masing 13,8 persen dan 14,2 persen.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo kepada Kompas, Selasa (1/1/2019), mengatakan, peningkatan kepatuhan tidak bisa dijadikan satu-satunya tumpuan untuk mencapai target penerimaan negara 2019. Pemerintah justru harus mengoptimalkan pemberlakuan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEOI) dan keterbukaan informasi.
“Sejauh ini AEOI belum bekerja optimal. Sistemnya belum siap baik integrasi antara lembaga jasa keuangan, otoritas jasa keuangan, dan direktorat jenderal pajak, maupun internal untuk profiling dan analisis,” kata Yustinus.
Optimalisasi AEOI mesti dibarengi strategi membidik potensi-potensi pajak lain, misalnya, dari sektor ekonomi digital. Pemerintah harus duduk bersama pelaku ekonomi digital untuk menyusun kebijakan pengenaan pajak. Mekanisme dan perlakuan pajak yang tepat diperlukan apalagi Indonesia bercita-cita menjadi kekuatan digital terbesar di Asia Tenggara dengan potensi 130 dollar AS tahun 2020.
Penerimaan yang bersumber dari perpajakan juga bisa terdongkrak jika pemerintah mengelola pajak pertambahan nilai (PPn) lebih serius dan teliti. Menurut Yustinus, kendati potensi PPn besar, tetapi tingkat kebocorannya cukup tinggi. Realisasi PPn sampai 30 November 2018 sebesar Rp 459,9 triliun. PPn tumbuh melambat 14,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 15,6 persen.
Secara umum, perencanaan target pendapatan negara tahun 2018 lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan penerimaan pajak berkisar 15-17 persen, jauh di atas pertumbuhan tahun 2017. “Selain karena target yang realistis, kinerja perpajakan tahun ini dipengaruhi kenaikan harga komoditas terutama minyak bumi dan batu bara walaupun sifatnya masih fluktuatif,” kata Yustinus.
Pertumbuhan penerimaan pajak berkisar 15-17 persen, jauh di atas pertumbuhan tahun 2017
Kenaikan harga komoditas mengakselerasi realisasi pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas serta PNBP sumber daya alam lebih dari 150 persen dari target APBN 2018. Situasi berbeda akan terjadi pada 2019 karena harga komoditas diperkirakan flat. Tantangan juga makin besar karena pemerintah berkomitmen tidak akan menarik jenis pajak baru.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam berbagai kesempatan, mengatakan, peningkatan target pendapatan negara yang menembus level 2.000 triliun pada 2019 akan ditopang peningkatan kepatuhan dan reformasi perpajakan. Rasio pajak berupaya ditingkatkan dari 11,57 persen menjadi 12,22 persen pada 2019.
Kinerjapositif
Mengutip siaran pers Kementerian Keuangan, untuk pertama kalinya, penerimaan negara pada 2018 dinyatakan melampaui target APBN yang sebesar Rp 1.894,7 triliun. Pencapaian target ini dibarengi realisasi belanja negara mencapai 97 persen, dan defisit anggaran terhadap produk domestik bruto di bawah 2 persen.
Sri Mulyani melalui keterangan tertulis menyatakan, defisit anggaran dalam APBN 2018 sebesar 1,72 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi 2,19 persen. Defisit anggaran tahun ini juga terkecil sejak tahun 2012 dan lebih rendah dari target dalam APBN 2019 sebesar 1,84 persen.
Selain itu, keseimbangan primer kembali surplus setelah defisit sejak tahun 2011. Surplus keseimbangan primer pada 2018 sebesar Rp 4 triliun. Sebelumnya, pemerintah memperkirakan surplus keseimbangan primer terjadi 2020 karena pada 2019 diproyeksikan masih defisit Rp 20,1 triliun. Performa keseimbangan primer menjadi indikator likuiditas anggaran negara.
Berbagai kinerja positif tersebut dipengaruhi keputusan pemerintah tidak mengajukan perubahan APBN 2018 kendati beberapa asumsi makro jauh di atas kondisi riil. Ini adalah kali pertama dalam 15 tahun terakhir tidak ada APBN perubahan.
Mengacu pada kinerja tahun 2018, Sri Mulyani optimistis menghadapi tahun 2019. Namun, kewaspadaan dan kehati-hatian juga mesti ditingkatkan karena ketidakpastian global masih menyelimuti perekonomian dalam negeri. “Tahun 2019 bukan tahun yang kita bayangkan akan jauh lebih ringan,” katanya.
Volatilitas perekonomian Indonesia masih cukup tinggi pada paruh pertama 2019. Volatilitas itu bersumber pada tekanan global, yaitu kesepakatan soal tarif impor antara China dan Amerika Serikat, kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, dan keputusan soal Brexit. Kebijakan mengutamakan stabilitas daripada akselerasi pertumbuhan.