Pekerja Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Diperkosa
Oleh
Nasrullah Nara
·3 menit baca
Belum tuntas upaya Baiq Nuril mendapatkan keadilan atas pelecehan seksual di lingkungan kerjanya, terkuak kasus serupa di BPJS Ketenagakerjaan.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menonaktifkan SAB sebagai Ketua Komite BPJS Ketenagakerjaan. Langkah itu ditempuh menyusul terungkapnya kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan SAB terhadap RA (27), perempuan yang bekerja pada dewan tersebut.
Deputi Direktur Bidang Humas dan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja, Jumat (28/12/2018) malam, menyebutkan, penonaktifan dilakukan demi menjaga situasi tetap kondusif. Selain SAB, RA pun dinonaktifkan juga dari posisinya sebagai tenaga kontrak pada dewan tersebut. ”Agar keduanya bisa fokus menyelesaikan masalah pribadi mereka,” ujar Irvansyah.
Kasus ini terungkap Jumat siang ketika RA memberikan kesaksian kepada media di Gedung Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Jakarta. RA yang menjadi tenaga kontrak Asisten Ahli Dewan Pengawas BPJS-TK sejak April 2016 mengaku empat kali diperkosa SAB. Tindakan kekerasan seksual itu dilakukan SAB pada periode April 2016 hingga November 2018.
”Selama lebih dari dua tahun saya kehilangan kepercayaan akan niat baik manusia. Saya hampir putus asa. Saya pernah mencoba bunuh diri. Saya takut tak akan ada orang yang percaya,” kata RA dengan nada bergetar.
Menurut RA, sejak kejadian awal, dirinya telah melaporkan tindakan itu kepada seorang anggota Dewan Pengawas. Namun, aduan tersebut tidak digubris dan SAB tetap saja mengulang perbuatannya. Karena upaya mendapatkan perlindungan di lingkup internal gagal, RA akhirnya menempuh jalur eksternal.
Pada 26 November 2018, RA menyampaikan kasus itu kepada dosen sebuah perguruan tinggi swasta, tempat dia menempuh program S-2. Dosen itu adalah Ade Armando yang kemudian mendorong RA mengungkapkan kasusnya kepada publik.
Berkat advokasi Ade, RA pun mulai berani mengadu langsung kepada Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan pada awal Desember lalu. Bukti percakapan Whatsapp ikut menopang aduan itu. Namun, Dewan Pengawas malah membela SAB. Hasil rapat Dewan pada 4 Desember memutuskan untuk memberikan tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada RA per akhir Desember 2018 atas tuduhan pencemaran nama baik.
Menurut Ade, posisi RA untuk melaporkan hal itu kepada pihak berwajib tidak cukup kuat karena harus menyertakan bukti pada pelaporannya. ”Kejadiannya sudah berlalu cukup lama. Untuk menyertakan bukti tidak cukup kuat,” ucapnya.
Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Rekson Silaban, menyatakan Dewan Pengawas meminta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) agar mempercepat proses pembentukan panel guna mengganti terduga pelaku sebagai anggota Dewan Pengawas.
Banyak kasus serupa
Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus menilai kasus seperti itu sebenarnya banyak terjadi di dunia kerja. Namun, para penyintas cenderung diam dan memendam sendiri. Sebuah institusi disarankan untuk memiliki layanan konseling sebagai upaya penanganan bagi penyintas untuk mengadukan persoalan kejahatan seksual yang dialami.
“Mekanisme yang dibangun haruslah baik. Harus ditempatkan orang-orang yang memahami sudut pandang,bahwa kejahatan seksual di tempat kerja itu tidak boleh terjadi,” kata Magdalena.
Kasus RA menambah panjang daftar pelecehan seksual di lingkungan kerja. Beberapa waktu lalu terkuak kasus pelecehan seksual terhadap Baiq Nuril di sebuah SMA di Mataram, NTB, tempat dia mengajar.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Siti Mazumah menyampaikan, ketika pelaku adalah atasan korban tergolong sulit secara relasi kuasa sudah timpang. Butuh waktu lama buat korban untuk berani bersuara, karena dia berpikir tentang dampak yang akan dialami. Korban butuh pendampingan supaya tidak dikriminalisasi seperti kasus Nuril.
“Jika tidak ada upaya perlindungan buat korban maka kekerasan seksual akan jadi fenomena gunung es. Ketika Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan, kita bisa mendorong negara untuk memberikan hak-hak korban. Misalnya, pemulihan serta jaminan ketidakberulangan serta meminimalisir kriminalisasi korban,” kata Mazumah. (E01/KRN/SON)