JAKARTA, KOMPAS — Dua hari setelah bencana tsunami yang menerjang kawasan Banten dan Lampung, Perusahaan Listrik Negara berupaya mempercepat perbaikan infrastruktur kelistrikan. PLN juga memberikan bantuan medis dan nonmedis kepada korban terdampak tsunami.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) I Made Suprateka mengatakan, PLN menerjunkan tim untuk mempercepat perbaikan kelistrikan. Perbaikan dilakukan antara lain di Desa Way Mulih, Kalianda, Lampung, yang menjadi salah satu desa yang terdampak parah tsunami.
”PLN Unit Instalasi Darurat Lampung menerjunkan tim pelayanan teknik sebanyak 40 orang dan pegawai teknik ke lokasi bencana untuk membantu memulihkan kondisi kelistrikan secepatnya,” ujar Made dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (25/12/2018).
Dari total 30 gardu distribusi di lokasi itu, sejumlah 27 gardu distribusi atau sekitar 90 persen telah dipulihkan. ”PLN akan bekerja siang malam demi mempercepat proses perbaikan infrastruktur kelistrikan di daerah terdampak, Lampung ataupun Pandeglang. Semoga dengan hadirnya listrik bisa memberikan sedikit cahaya bagi korban,” ungkap Made.
Di wilayah Pandeglang dan Carita, Banten, saat ini PLN berhasil menyalakan 180 gardu. Adapun gardu yang masih padam dan dalam upaya perbaikan sebanyak 68 gardu. Selain itu, 16 tiang transmisi telah didirikan kembali.
Dengan kekuatan tim total 199 personel yang disebar di wilayah terdampak tsunami, PLN juga mendatangkan sejumlah bantuan dari seluruh pelayanan teknis UP3 Banten, UP3 Disjaya, UP3 Bogor, tim PDKB.
Selain pemulihan infrastruktur kelistrikan, PLN bekerja sama dengan Yayasan Baitul Maal (YBM) juga memberikan sejumlah bantuan baik medis maupun nonmedis. Bantuan tersebut antara lain berupa bahan makanan, makanan bayi, obat-obatan, peralatan ibadah, peralatan mandi, dan popok bayi.
”Serta yang tak kalah pentingnya pada kesempatan kali ini YBM PLN memberikan beasiswa lanjut pendidikan hingga tamat SMA kepada dua anak yatim piatu yang turut menjadi korban pada bencana tersebut,” ujar Made.
Pada Sabtu pekan lalu, tsunami akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda melanda kawasan pesisir Banten dan Lampung. Ratusan orang meninggal akibat bencana itu.
Sejarah mencatat, letusan Krakatau tahun 1883 mengakibatkan tsunami mencapai ketinggian 30 meter-40 meter di sepanjang pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung. Bencana itu menewaskan hingga 36.000 jiwa.
Ekspedisi Cincin Api Kompas pada 17 November 2011 menerbitkan liputan berjudul ”Ancaman Tsunami dari Gunung Api”. Liputan itu menyebutkan tsunami merupakan faktor penting yang harus dilihat dalam memitigasi Anak Krakatau yang saat ini tumbuh cepat dan membentuk tubuh gunung menyerupai induknya, Krakatau.