JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kilang baru dan peningkatan kapasitas kilang milik PT Pertamina (Persero) menjadi momentum menggairahkan industri petrokimia di dalam negeri. Sekitar 5,5 juta ton per tahun produk petrokimia masih diimpor, sedangkan kemampuan dalam negeri hanya 3 juta ton per tahun. Pemerintah bersama Pertamina harus berkomitmen merealisasikan program tersebut.
Bahan baku industri petrokimia dihasilkan dari, antara lain, hasil pengolahan minyak mentah pada kilang. Naftah, produk pengolahan minyak mentah di kilang, adalah bahan baku penting untuk plastik, serat ban, tekstil, deterjen, dan obat-obatan. Produk petrokomia dalam negeri masih bergantung pada swasta yang produksinya juga terbatas.
Menurut Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia Achmad Widjaja, megaproyek kilang Pertamina adalah momentum untuk memperkuat industri petrokimia di dalam negeri. Dari empat kilang yang kapasitasnya dinaikkan dan pembangunan dua kilang baru harus terintegrasi dengan industri petrokimia.
”Akan sangat cukup kalau seluruh kilang tersebut terintegrasi dengan industri petrokimia. Kemampuan produksi dalam negeri hanya sepertiga dari kebutuhan nasional. Sisanya harus impor. Ini, kan, tidak bagus untuk ketahanan devisa karena bergantung pada impor,” kata Achmad, Selasa (11/12/2018), di Jakarta.
Oleh karena itu, lanjut Achmad, pemerintah bersama Pertamina harus sungguh-sungguh berkomitmen merealisasikan proyek pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru tersebut. Pasalnya, rencana realisasi pada 2026 punya rentang waktu yang lama dan perubahan kepemimpinan nasional dapat memengaruhi keberhasilan rencana tersebut.
Pada Senin (10/12), di Jakarta, Pertamina menandatangani kontrak pengerjaan rancangan, konstruksi, dan rekayasa (EPC) untuk pengembangan kilang Balikpapan, Kalimantan Timur. Perusahaan yang memenangi lelang EPC tersebut adalah SK Engineering & Construction Co Ltd, Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. Pertamina juga menandatangani dokumen kerangka kerja sama dengan Overseas Oil & Gas (OOG), perusahaan migas asal Oman, untuk membangun kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur.
Proyek pengembangan kilang lainnya ada di kilang Cilacap, Jawa Tengah, Balongan di Jawa Barat, dan Dumai di Riau. Adapun rencana pembangunan kilang baru selain di Bontang adalah di Tuban, Jawa Timur. Khusus kilang Dumai, Pertamina berencana meningkatkan kemampuan kilang untuk dapat mengolah minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pembangunan kilang baru dan pengembangan kilang yang ada akan memperkuat tiga kelompok industri di Indonesia yang belum berkembang. Tiga industri tersebut adalah baja, petrokimia, dan kimia dasar. Dampaknya adalah impor untuk bahan baku ketiga jenis industri tersebut tinggi.
”Sudah lama kita menunggu kilang baru, apalagi kalau dikombinasikan dengan industri petrokimia. Kenapa penting? Tiga kelompok besar industri belum banyak kita hasilkan sehingga impor sering kali naik cepat. Harapannya, mudah-mudahan impor jadi berkurang apabila program pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru terwujud,” ujar Darmin.
Di laman Pertamina, perusahaan ini telah menandatangani kerangka kerja sama dengan China Petroleum Corporation pada Oktober lalu di Denpasar, Bali, untuk pengembangan proyek petrokimia senilai 6,49 miliar dollar AS. Kerja sama tersebut adalah untuk membangun pabrik naphtha cracker dan unit pengembangan sektor hilir petrokimia. Menurut rencana, proyek tersebut menghasilkan 1 juta ton ethylene per tahun.