Surabaya Raih Penghargaan Kota Terpopuler di Guangzhou Award
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kota Surabaya, Jawa Timur, berhasil merebut penghargaan di ajang The Guangzhou International Award 2018 dalam Online Popular City. Capaian itu diraih setelah Surabaya mendapat dukungan terbanyak dalam pemungutan suara yang dilakukan secara dalam jaringan.
Penghargaan itu diterima Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Jumat (7/12/2018) malam di Guangzhou, China. Seperti dikutip dari akun Twitter resmi Guangzhou Award, Surabaya mengalahkan 14 kota lain di dunia dalam pemungutan suara yang ditutup pada Jumat sore.
Adapun pemenang lain dalam penghargaan ini adalah New York, Amerika Serikat; Mezitli, Turki; Wuhan, China; Guadalajara, Meksiko; dan Milan, Italia. Penghargaan tersebut diberikan saat Upacara Penghargaan dan Makan Malam Guangzhou Award Ke-4 di Guangzhou, China.
The Guangzhou International Award adalah penghargaan dua tahunan untuk mengenali inovasi yang dilakukan sebuah kota untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup warganya. Penghargaan ini disponsori United Cities and Local Governments (UCLG), The World Association of the Major Metropolises (Metropolis), dan kota Guangzhou, China.
Surabaya menarik dukungan masyarakat dunia atas capaian pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat. Dalam paparan di depan 400 dewan juri yang berlangsung Kamis malam, Risma menceritakan inovasi Surabaya mengelola sampah sebagai bagian pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dia mengungkapkan, pada 2003 Surabaya sudah mengalami masalah besar terkait sampah. Saat itu, Surabaya dikenal sebagai kota yang panas, kering, dan sering banjir selama musim hujan. Hampir 50 persen dari total wilayah Surabaya banjir pada waktu itu.
”Mengatasi masalah ini, kami mengajak partisipasi masyarakat untuk bekerja bahu-membahu dengan pemerintah kota dalam melakukan pengelolaan limbah. Partisipasi penting karena kami memiliki masalah besar untuk diselesaikan, tetapi anggaran yang tersedia terbatas,” katanya.
Oleh sebab itu, Pemkot Surabaya menciptakan berbagai program dan kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini agar tidak membebani anggaran lokal. Satu di antaranya adalah mengajak masyarakat ikut berperan dan mengatasi permasalahan sampah.
Warga mulai diajarkan bagaimana mengelola sampah secara mandiri, yang berkonsep pada 3R (reuse, reduce, dan recycle). ”Partisipasi publik yang kuat menjadi faktor utama keberhasilan Kota Surabaya dalam mengatasi permasalahan sampah,” ujar Presiden UCLG Aspac ini.
Langkah yang dilakukan, antara lain memberikan keranjang pemilahan sampah, mendirikan bank sampah, dan memberikan pelatihan daur ulang sampah menjadi barang kerajinan agar menambah penghasilan.
Surabaya juga bekerja sama dengan mitra internasional dalam pengelolaan limbah. Kota Kyushu, Jepang, diajak bekerja sama untuk pengomposan dan pemilahan sampah, sedangkan Swiss bekerja sama dalam penggunaan lalat hitam untuk mengurangi sampah organik.
”Metode lalat hitam dilaksanakan di tingkat rumah tangga. Sementara pengomposan dilaksanakan di tingkat kelurahan dan kota,” ucapnya.
Langkah lainnya dengan membangun waduk untuk resapan air. Selain untuk cadangan air selama musim kemarau, 58 waduk di Surabaya juga untuk mencegah banjir. Ada pula penanaman pohon di 420 taman kota seluas 45,23 hektar di pusat kota dan perkampungan warga.
”Semua program ini sangat terkait dengan tujuan Sustainable Development Goals 3, 6, 7, dan yang paling penting SDGs 11, yaitu membuat kota dan permukiman manusia inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan,” katanya.