”Bakar Batu” Memperkenalkan Rasa Papua
Memasak makanan dengan metode ”bakar batu” merupakan tradisi yang bisa dijumpai di sejumlah wilayah di Papua. Tradisi ini dilakukan dalam upacara adat, seperti kelahiran, kematian, dan penerimaan tamu terhormat.
Pada Minggu (9/12/2018) siang, ”bakar batu” itu hadir di Bekasi, bukan dalam ritual adat, melainkan sebagai upaya memperkenalkan rasa Papua kepada khalayak.
Asap menguar di areal kebun Sekolah Seniman Pangan, Bekasi, Minggu (9/12/2018) siang. Batu-batu seukuran kepalan tangan diletakkan di dalam wadah beton berbentuk sumur. Lalu, batu itu ditumpuk dengan kayu bakar. Di sekelilingnya, terdapat empat tong yang sisi luarnya dilapisi dengan daun ilalang.
”Daun ilalang itu berfungsi untuk menjaga panas batu tidak menguap,” kata chef Charles Toto, pemimpin acara masak bakar batu.
Batu yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam tong. Di atasnya ditimpuk dengan daun pisang. Lalu, umbi-umbian mentah diletakkan di atasnya. Daun pisang diletakkan lagi di atas umbi-umbian, disusul batu panas kedua, daun pisang kedua, dan daging ayam yang telah dilumuri dengan bumbu berupa campuran bawang merah, bawang putih, cabai, jahe, dan kunyit. Lapisan paling atas ditutup lagi dengan daun pisang dan ditutup dengan karung goni.
Menunggu sekitar 1 jam, makanan itu akhirnya matang. Daging ayam masih terlihat sedikit putih. Ada keraguan saat akan menyantap. Namun, dagingnya lembut dan tak ada anyir yang terasa.
Charles Toto atau Chato mengatakan, di tempat asalnya, bakar batu digunakan dalam upacara adat. Metodenya ada dua. Pertama, suku yang tinggal di Lembah Baliem membakar batu dengan menggali tanah dan memasukkan daun-daun.
Sementara suku Marind yang tinggal di selatan Papua tidak menggali tanah, tetapi makanan langsung diletakkan di atas batu yang terbakar setelah dilapisi aneka daun aromatik. Ini biasanya digunakan untuk memasak sagu sep: sagu yang bercampur parutan kelapa dan daging di atasnya.
Pendiri Papua Jungle Chef (PJF) ini mengatakan, selama ini jarang masyarakat Indonesia mengetahui bakar batu di Papua. Padahal, ini adalah bentuk budaya lokal masyarakat yang hidup dari alam sekitar.
Dia mengimbau, orang Papua yang tinggal di Jakarta tak hanya mempromosikan tarian. ”Rasa papua melalui kuliner ini juga harus dikampanyekan,” katanya.
Dia melanjutkan, dulunya masyarakat Papua hidup dari alam sekitar. ”Hutan adalah pasar, tempat di mana mereka tak perlu membeli makanan dan membayar pajak,” katanya.
Namun, belakangan, pola makan masyarakat Papua ikut terpengaruh makanan dari luar. Masyarakat Papua telah mengenal monosodium glutamat (msg) dalam memasak makanan.
Padahal, bakar batu tidak menggunakan menggunakan msg dan bumbu lain di luar daun-daun aromatik . ”Saya ingin orang Papua bangga dengan masakannya sendiri, tidak melulu makanan dari luar. Di sisi lain, ini juga untuk memperkenalkan masakan Papua kepada orang yang belum tahu,” katanya.
Bakar batu ini diselenggarakan PT Kearifan Indonesia atau Javara, PJF, dan Sekolah Seniman Pangan. CEO Javara Helianti Hilman mengatakan, informasi kita terhadap Papua tidak pernah komprehensif. ”Selama ini, kan, yang seram-seram saja kita dengar dari sana,” kata Heli.
Oleh sebab itu, dia ingin memperkenalkan kearifan budaya Papua ini kepada Indonesia. Bakar batu, kata Heli, bukan soal makanan yang cepat saji. Ada kebersamaan dalam proses menghidangkan makanan.
Pada kesempatan ini, peserta yang datang ke acara ini turut dilibatkan dalam membakar batu. Peserta nonundangan membayar Rp 600.000.
”Saya tadi ikutan juga memasukkan batu ke tong-tong itu,” kata Dahlia Sardjono (59), peserta bakar batu yang datang dari Jakarta Selatan.
Dahlia tak sungkan membayar Rp 600.000 agar bisa melihat langsung kegiatan ini. Sebelumnya, dia pernah melihat bakar batu dalam satu tayangan di televisi swasta.
”Saya penasaran melihat prosesnya. Di samping itu, saya juga bisa bertanya langsung sama yang memasak,” katanya sambil menyantap daging ayam yang selesai dimasak.
Perempuan ini membandingkan hasil ubi manis yang pernah dimasaknya dengan menggunakan oven. Menurut dia, ubi yang dimasak dengan bakar batu lebih enak. ”Ada aroma daun-daunnya gitu,” katanya. (INSAN ALFAJRI)