SLEMAN, KOMPAS — Pendidikan karakter menjadi kunci dalam upaya pencegahan tindak korupsi. Sebab, hal itu berkaitan dengan absennya moralitas dari seorang individu. Perlu perbaikan sistem karena orang baik dalam sistem buruk akan menyebabkan korupsi juga.
Hal itu disampaikan Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2011-2015, dalam kuliah umum Komunikasi Efektif dan Antikorupsi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (8/12/2018).
”Tanpa menyiapkan sebuah generasi, korupsi tidak akan hilang. Integritas itu penting. Hal itu bisa ditanamkan melalui pendidikan karakter,” kata Samad.
Dia melanjutkan, seorang individu yang melakukan korupsi itu menunjukkan bahwa moral yang dimiliki individu tersebut tidak digunakan. Namun, kerap kali individu tidak menyadari mereka ketika berbuat korupsi. Masih banyak masyarakat yang memahami korupsi sebagai perbuatan mengambil uang negara saja.
”Korupsi bukan hanya mengambil uang negara. Nyontek itu perbuatan korup. Titip absen perbuatan korup. Semua perbuatan amoral itu korup,” kata Samad.
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi UGM Ahmad Syaify mengatakan, korupsi masih menjadi persoalan besar bangsa ini. Penanaman sikap antikorupsi melalui pendidikan dianggap mampu menekan dan menghapus budaya korupsi dari negeri ini.
”Korupsi ini terus menjadi persoalan besar dan berkelanjutan. Sebenarnya, hulu dari permasalahan ini adalah di bidang pendidikan,” kata Syaify.
Syaify menyatakan, di bidang kesehatan, para praktisinya juga dibayangi oleh praktik korupsi, yaitu gratifikasi. Ia menceritakan, dokter kerap mendapat ajakan bepergian ke luar negeri atau diberi sesuatu oleh perusahaan obat. Namun, hal itu bisa berpengaruh terhadap independensi dokter dalam memberikan obat kepada pasiennya karena perusahaan itu meminta dokter untuk menggunakan obat tertentu.
”Profesi medis sangat rawan gratifikasi. Misalnya, dokter dipengaruhi perusahaan obat untuk menggunakan obat tertentu. Sementara pasien banyak yang tidak tahu,” kata Syaify.
Terkait hal itu, Samad menyampaikan, seorang dokter dalam menjalankan pekerjaannya harus profesional dan berintegritas. Artinya, tidak boleh ada pihak luar yang memengaruhi dokter dalam memberikan perawatan kepada pasiennya. Terlebih lagi apabila pemilihan obat bagi pasien itu bertujuan untuk menguntungkan dokter itu sendiri.
”Oleh karena itu, prinsip tentang kejujuran dan keadilan harus dipegang untuk mewujudkan integritas,” kata Samad.
Perbaikan sistem
Samad mengatakan, hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah demi mencegah korupsi adalah memperbaiki sistem yang berlaku di sebuah lembaga pemerintahan. ”Sebaik-baiknya orang jika berada dalam sistem yang buruk pasti akan terjerumus korupsi juga,” kata Samad.
Samad mencontohkan dengan kasus korupsi dana haji yang menimpa Kementerian Agama beberapa waktu silam. Pada 2006, mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar dinyatakan melakukan korupsi atas dana penyelenggaraan ibadah haji periode 2002-2004.
Hal serupa terjadi kembali pada mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Pada 2014, dia juga terjerat kasus dana penyelenggaraan ibadah haji dalam periode yang berbeda, yaitu 2010-2013.
”Ini terjadi berulang. Di sini harus ada perbaikan sistem yang dilakukan oleh pemerintah supaya kejadian tidak terus berulang. Akar permasalan dari korupsi yang harus dicari. Bukan hanya menangkap pelaku korupsi,” kata Samad.