JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Luar Negeri memberikan apresiasi kepada para pegiat perlindungan warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Para penerima penghargaan merupakan pegiat yang berperan aktif melayani, membantu, dan mendorong kesadaran publik terkait pentingnya perlindungan warga negara Indonesia.
Apresiasi diberikan melalui Hassan Wirajuda Perlindungan WNI Award (HWPA) tahun 2018 yang diselenggarakan di Jakarta, Jumat (7/12/2018), malam. Wartawan Harian Kompas Kris Razianto Mada merupakan salah satu penerima penghargaan dari kategori jurnalis. Penghargaan yang diterima Kompas tahun ini adalah yang ketiga secara berturut-turut sejak apresiasi melalui HWPA mulai digelar pada tahun 2015.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam sambutannya mengatakan, para penerima penghargaan merupakan pihak yang dinilai telah berkontribusi melebihi panggilan tugas masing-masing (beyond the call of duty). Para pegiat berasal dari suku, agama, profesi, lembaga, dan warga negara yang berbeda.
Terdapat 19 penerima penghargaan dalam tujuh kategori penghargaan. Sejumlah penerima berasal dari Indonesia, Malaysia, Uruguay, dan Arab Saudi. Namun, mereka membantu WNI tanpa memandang waktu dan lokasi. “Mereka disatukan oleh dorongan kemanusiaan dan kecintaan terhadap Indonesia,” kata Retno.
Berdasarkan catatan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), tercatat 73.180 kasus menimpa WNI selama empat tahun terakhir. Penyelesaian kasus setiap tahun tercatat semakin membaik. Pada 2015, jumlah kasus yang diselesaikan hanya mencapai 64 persen. Sedangkan penyelesaian kasus pada tahun ini mencapai 82 persen per November 2018.
Menurut Retno, kerja sama inklusif dari seluruh pihak merupakan kunci keberhasilan penyelesaian kasus-kasus yang menimpa WNI. “Penghargaan ini memberikan harapan, membangun tradisi, dan menyatakan pengakuan atas upaya perlindungan WNI,” tuturnya.
Mantan Menteri Luar Negeri periode 2001-2009 Nur Hassan Wirajuda mengatakan, permasalahan yang menimpa WNI, terutama para pekerja migran, berasal dari hulu. “Pemerintah pusat harus memiliki rencana memperbaiki kondisi pekerja migran dari sektor informal, khususnya bagi tenaga kerja wanita,” katanya.
Hassan berpendapat, pendidikan vokasi penting untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan calon pekerja migran. Kesempatan pekerjaan bagi pekerja migran dengan keterampilan khusus semakin terbuka di tataran internasional, terutama di negara maju seperti Jepang.
Adapun HWPA yang diselenggarakan sejak 2015 mengambil nama mantan Menteri Hassan Wirajuda sebagai bentuk apresiasi sebagai pelopor untuk menyertakan perlindungan WNI dalam misi diplomasi Indonesia.
Salah satu Juri HWPA 2018 dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu Andri Hadi menambahkan, total sebanyak 65 penerima HWPA sejak 2015. “Ini merupakan ucapan terima kasih dan pengakuan Kemlu kepada semua pihak,” ujarnya.