Sampah Masih Menjadi Persoalan Serius di Bali
Selain keamanan dan keindahan alam, kebersihan menjadi daya tarik daerah pariwisata seperti Bali. Banyak program sudah diluncurkan pemerintah dan beragam cara dijalankan untuk menjaga kebersihan di Bali, terutama dalam menangani sampah.
Persoalan sampah, terutama sampah plastik, di Bali kembali ramai dibincangkan menyusul beredarnya video rekaman sampah plastik di perairan Bali pada awal Maret 2018. Padahal Bali sudah dicanangkan sebagai provinsi hijau, atau Bali Green Province, sejak 2013. Bagian dari program Bali Green Province itu adalah tercapainya target Bali bebas sampah plastik pada 2018.
“Persoalan sampah masih menjadi masalah serius di Bali, termasuk di Kota Denpasar,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar I Ketut Wisada, Sabtu (1/12/2018).
Wisada menambahkan, Pemerintah Kota Denpasar sudah menyusun dan menjalankan kebijakan strategi daerah dalam penanganan sampah di Kota Denpasar, diantaranya pengurangan sampah hingga 30 persen pada 2025.
Pemerintah Kota Denpasar juga membuat program pengurangan sampah plastik, termasuk dengan merancang peraturan pembatasan penggunaan kantong plastik kresek sekali pakai. Pembatasan pemakaian kantong plastik kresek akan diefektifkan awal 2019.
Wisada mengatakan, Pemkot Denpasar mendorong pembentukan bank-bank sampah dan membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Sampai saat ini terdapat sekitar 100-an bank sampah di Kota Denpasar. Pemkot menargetkan Kota Denpasar akan memiliki 200 bank sampah dalam dua tahun ke depan.
Gelatik
Adapun Pemerintah Kabupaten Badung, misalnya, membuat rencana aksi berupa Gerakan Berkelanjutan Anti Sampah Plastik (Gelatik) yang ditindaklanjuti dengan beberapa program, di antaranya, Gojek Sampah Plastik (Gotik) dan Badung Anti Sampah Plastik (Batik).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung Putu Eka Merthawan mengatakan, Badung berupaya mengurangi sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung di Denpasar, dengan mengolah sampah mulai dari sumber sampah.
“Kami membuat program-program penanganan sampah karena sampah dapat mempengaruhi citra Badung sebagai daerah pariwisata selain sampah menjadi masalah lingkungan, terutama sampah plastik,” ujar Merthawan.
TPA Suwung adalah tempat pembuangan sampah regional yang menampung sampah dari kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Tabanan, dan Gianyar. TPA Suwung merupakan tempat pembuangan sampah terbesar dengan luas lahan sekitar 32,4 hektar.
Pengelolaan sampah secara terpadu juga dikerjakan Pemkab Klungkung melalui program tempat olah sampah setempat (TOSS). Melalui program TOSS, Pemkab Klungkung berinovasi mengubah sampah menjadi bahan energi berupa briket. Briket dari hasil pengolahan sampah itu juga dijual ke PT Indonesia Power.
Sementara itu, Pemerintah Bali kembali menegaskan komitmen mereka dalam menangani sampah, terutama sampah plastik, ketika Bali menjadi tuan rumah konferensi laut internasional Our Ocean Conference 2018.
Pengolahan sampah
Warga Desa Adat Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, I Komang Ruditha Hartawan mengatakan, Desa Adat Seminyak sudah memasukkan perihal kebersihan dalam perarem, atau keputusan rapat desa adat, yakni berkaitan dengan menjaga palemahan, atau lingkungan.
“Kami, setiap warga di desa, diimbau untuk menjaga kebersihan lingkungan,” ujar Ruditha, Sabtu (1/12).
Desa Adat Seminyak juga mewilayahi pantai yang menjadi bagian daya tarik wisata di kawasan Kuta. Di kawasan Seminyak terdapat lebih dari 590 tempat usaha, yakni mulai dari warung, restoran, vila, sampai hotel, selain rumah warga.
Sejak 2003, Desa Adat Seminyak mengelola pengangkutan dan pengolahan sampah di lingkungan desa melalui kegiatan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Desa Adat Seminyak. TPST Desa Adat Seminyak mendapat dukungan dari desa, warga, dan kalangan pengusaha di wilayah Seminyak.
TPST Desa Seminyak berkembang dengan mengadopsi 3R (reuse, reduce, recyle). TPST-3R Desa Adat Seminyak memiliki pelanggan dari kalangan rumah tangga dan tempat usaha di lingkungan Desa Adat Seminyak. Saat ini, TPST-3R Desa Adat Seminyak juga memiliki mesin pencacah plastik. Menurut Ruditha, hasil pencacahan plastik di TPST-3R Seminyak juga dimanfaatkan Klungkung untuk menunjang program TOSS di Klungkung.
Adapun I Nyoman Sudiasa, warga Lingkungan Pengenderan, Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung, menyatakan warga di lingkungannya masih mengandalkan pengangkutan sampah secara kolektif. Sudiasa mengakui belum ada peraturan desa yang secara khusus mengatur pengolahan sampah di masyarakat.
“Kendala paling besar adalah mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah,” kata Ruditha. Ruditha yang juga menjadi Ketua Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)-3R Desa Adat Seminyak itu mengatakan, beberapa jenis sampah tertentu, termasuk sampah plastik, masih memiliki nilai ekonomi dan dapat diuangkan.
“Saya juga ikut menjadi nasabah bank sampah selain menjadi pengelola sampah,” ujar Ruditha.
Ruditha mencontohkan, sampah non organik dari rumah tangga, selain tisu, popok, dan pembalut, dihargai Rp 800 per kilogram. Apabila dipilah menurut jenis sampah, maka harganya juga sesuai jenis sampah. Botol minuman energi dihargai Rp 300 per kilogram sedangkan botol bir dihargai Rp 450 per kilogram.
“Desa kami sudah menerapkan aturan sanksi berupa denda terhadap pembuang sampah sembarangan,” kata Ruditha. Sanksi itu dikenakan terhadap pihak-pihak yang diketahui membuang sampah sembarangan di wilayah Desa Adat Seminyak.
Jikalau ada yang tertangkap membuang sampah sembarangan di lingkungan Desa Adat Seminyak, maka pembuang sampah itu dikenai denda uang sebesar Rp 500.000. Apabila warga desa setempat, maka mereka juga diancam dengan sanksi sosial, yakni nama warga dan pelanggarannya akan diumumkan dalam rapat desa. Bagi warga, menurut Ruditha, sanksi sosial tersebut lebih berat dibandingkan sanksi denda.