SURABAYA, KOMPAS — Bertambahnya jumlah penduduk berpotensi meningkatkan volume sampah yang dihasilkan. Gaya hidup zero waste perlu digalakkan agar produksi sampah terus berkurang. Kesadaran dan komitmen, mulai dari warga, swasta, hingga pemerintah, turut menjadi kunci keberhasilan dalam pengurangan dan pengelolaan sampah.
Dosen Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Warmadewanthi, mengatakan, penelitiannya pada 2016 menunjukkan bahwa timbulan sampah yang dihasilkan warga Surabaya rata-rata 0,4 kilogram per hari. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan standar yang dipakai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebanyak 0,7 kilogram per orang setiap hari.
”Warga Surabaya mulai berperilaku dan melakukan gaya hidup bebas sampah sehingga jumlah produksi sampah terus berkurang,” kata Warmadewanthi yang dihubungi di Taiwan, Selasa (4/12/2018). Adapun sampah plastik yang dihasilkan berkisar dari 10 persen hingga 14 persen.
Menurut dia, sejumlah warga Surabaya biasa makan di luar rumah sehingga sampah rumah tangga dari dapur berkurang. Ada pula yang memesan makanan melalui ojek daring. ”Pengurangan sampah didukung dengan kesadaran masyarakat dalam mengelola dan mendaur ulang sampahnya,” ucap Warmadewanthi.
Pipit Maulidiya (26), warga Rungkut, mengatakan, dirinya dan keluarga berusaha mengurangi sampah plastik dengan menerapkan pola hidup zero waste. Setiap hari, Pipit selalu membawa tempat minum ke kantor. Jika air minum habis, dia bisa mengisi ulang tanpa perlu membeli air minum dalam kemasan.
”Kalau ke restoran cepat saji, saya minta air minum dimasukkan di tempat minum yang saya bawa, bukan di gelas plastik seperti konsumen lain,” kata Pipit yang kini tidak lagi minum menggunakan sedotan plastik.
Ibunya di rumah juga selalu menggunakan tas plastik berulang kali hingga rusak. Setiap mendapatkan tas plastik ketika berbelanja, tas plastik itu dicuci dan dikeringkan. Tas plastik kemudian dilipat agar bisa digunakan kembali.
”Ibu selalu berpesan bahwa jika terpaksa membeli air minum dalam kemasan, botolnya harus dibawa pulang. Botol itu lalu disimpan dan dikumpulkan untuk dijual karena memiliki nilai,” kata Pipit.
Sekretaris Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Ipong Wisnoewardono mengatakan, tidak revelan lagi jika produksi sampah warga Surabaya disamakan dengan daerah lain. Sebab, jumlahnya terus berkurang hingga 42 persen dibandingkan rata-rata nasional.
Sebagai kota metropolitan, sampah yang dihasilkan tidak hanya berasal dari penduduk Surabaya, tetapi juga dari para pelaju dari luar kota. Mereka turut menjadi penghasil sampah plastik yang cukup signifikan.
”Warga Surabaya relatif lebih peduli sampah dibandingkan pelaju karena mereka ingin tempat tinggal mereka bebas sampah sehingga nyaman untuk ditinggali. Kami terus berupaya menularkan gaya hidup bebas sampah warga Surabaya karena kontribusi timbulan sampah plastik mereka mencapai 35 persen,” ujar Ipong.
Setiap hari, sampah yang dihasilkan dari sekitar 3,34 juta warga Surabaya diperkirakan sekitar 1.336 ton. Sampah plastik menempati urutan kedua terbanyak dengan 19 persen di bawah sampah organik sebanyak 54 persen.
Jika dihitung hanya warga Surabaya, volume sampah plastik yang dihasilkan sebanyak 92.651 ton atau sekitar 277.954 meter kubik per tahun. Adapun yang menjadi timbunan karena belum terkelola sekitar 50 persen atau 138.977 meter kubik per tahun.
Akan tetapi, sebagai kota metropolitan, timbulan sampahnya sekitar 2.000 ton per hari yang berasal dari penduduk Surabaya dan para pelaju. Dengan demikian, jumlah sampah plastik dalam setahun sekitar 138.700 ton atau 416.100 meter kubik. DKRTH memperkirakan, sekitar 50 persen sampah plastik tersebut mampu dikelola masyarakat.