JAKARTA, KOMPAS — Peraturan baru tentang pemanfataan tenaga surya dianggap tidak mempercepat target penambahan kapasitas terpasang di Indonesia. Dalam Gerakan Nasional Sejuta Listrik Surya Atap, target kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya atap sebesar 1.000 megawatt pada 2020. Sampai sekarang, kapasitas terpasang listrik tenaga surya masih kurang dari 100 megawatt.
Peraturan yang dimaksud di atas adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dalam aturan ini, pelanggan listrik PLN diperbolehkan memasang dan menjual tenaga listrik PLTS atap kepada PLN dengan syarat tertentu. Beberapa pasal dianggap tidak mendukung percepatan pengembangan PLTS.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services (IESR) Fabby Tumiwa, PLN hanya akan membeli tenaga listrik yang dijual pelanggan sebesar 65 persen dari kemampuan penjualan. Selain itu, kapasitas PLTS atap yang diperbolehkan dipasang pelanggan PLN maksimum sebesar daya terpasang listrik di bangunan milik pelanggan PLN tersebut. Ketentuan itu dinilai memperlambat pengembalian investasi yang dikeluarkan pelanggan untuk memasang PLTS atap.
"Misalnya, tenaga listrik yang bisa dijual pelanggan ke PLN sebesar 1.000 watt, yang dibeli PLN hanya 65 persennya saja. Ini akan membuat masa pengembalian investasi pemasangan PLTS atap menjadi lebih panjang dari rata-rata 7 tahun menjadi 11 sampai 12 tahun. Tentu ini menimbulkan disinsentif bagi pelanggan," ujar Fabby dalam diskusi di Jakarta, Senin (3/12/2018).
Selain itu, lanjut Fabby, ada ketidakpastian soal permohonan yang harus diajukan pelanggan ke PLN untuk pemasangan PLTS atap tersebut. Pada Pasal 7 hanya diatur waktu evaluasi dan verifikasi oleh PLN terhadap permohonan oleh pelanggan paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Namun, tidak disebutkan batas waktu permohonan dikabulkan.
"Ini sama saja menggantung pelanggan. Tak ada kejelasan batas waktu kapan permohonan itu bisa disetujui," ucap Fabby.
Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pada Kementerian ESDM Rida Mulyana, pemasangan PLTS atap dapat menghemat pembayaran tagihan listrik pelanggan hingga sebesar 30 persen. Ia berharap, peraturan tentang PLTS atap tersebut dapat mendorong partisipasi masyarakat mencapai target energi terbarukan sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional di 2025.
"Yang tadinya produsen listrik hanya PLN, dengan aturan ini, sektor rumah tangga, bisnis, dan industri yang menjadi pelanggan PLN bisa menjadi produsen listrik dengan menjual tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTS atap ke PLN," kata Rida dalam sosialisasi peraturan menteri tersebut di atas, pekan lalu, di Jakarta.
Dalam berbagai penelitian disebutkan bahwa ongkos listrik dari tenaga surya akan kian kompetitif dibanding listrik dari pembangkit tenaga uap. Syaratnya adalah pemilihan teknologi yang efisien dan kapasitas terpasang yang dibangun dalam jumlah besar (ratusan sampai ribuan megawatt). Di beberapa negara, ongkos lstrik PLTS hanya 3 sen dollar AS per kilowatt jam (kWh) atau sekitar separuh dari ongkos listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga uap.