TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Komplotan perampok beberapa kali mengincar sopir taksi daring. Sebagian dari mereka tidak segan melukai dan mengancam nyawa korban. Barang jarahan kemudian dibawa kabur dan ditelantarkan tersangka, seperti yang dialami sopir taksi daring bernama Yulianto (55).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Alexander mengatakan, tiga pencuri Daihatsu Xenia putih itu adalah Abdullah (33), Kamaluddin Nopiansyah (19), dan Imamudin (24) yang tinggal di Kabupaten Sukabumi. ”Ketiganya berbuat karena motif ekonomi,” katanya.
Perampokan bermula ketika Yulianto menerima pesanan ketiga tersangka di Terminal Baranangsiang, Bogor, atas nama Andika Pratama, Rabu (28/11/2018), lewat tengah malam. Menurut catatan di aplikasi, akun itu baru digunakan pertama kali dengan tujuan Mal Bintaro Exchange, Tangerang Selatan. Mendekati tujuan, korban diminta menepi di Jalan Raya Puspiptek, Cisauk, Tangerang Selatan. Namun, Yulianto menolak berhenti.
”Mereka meminta berhenti di tempat gelap, kemudian minta saya menyalakan lampu. Ternyata mereka bawa satu kaleng obat bius. Kemudian mereka melukai leher saya dengan benda semacam celurit,” kata Yulianto kemarin.
Sesaat kemudian terjadi pergulatan fisik di dalam mobil. Yulianto yang gagal melompat keluar pun menghentikan laju mobil setelah dilumpuhkan dengan senjata tajam. Komplotan perampok itu segera mengikat kaki dan tangan Yulianto dengan tali tambang, lalu memasang selotip di wajah sepanjang dahi hingga leher.
”Tali tambang itu sudah disiapkan sejak berangkat dari Sukabumi,” kata Kepala Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Ferdy Irawan Saragih.
Mereka kemudian membuang Yulianto ke selokan di tepi Jalan Raya Puspiptek. Perampok yang menguasai mobil Yulianto bergerak kabur menjauhi lokasi pembuangan Yulianto. Sekitar pukul 01.30, warga sekitar menemukan Yulianto di selokan itu. Setelah mendapat laporan warga, polisi membawa Yulianto ke RS Hermina, Buaran, Serpong.
Tim Vipers Polres Tangerang Selatan akhirnya menemukan mobil Yulianto di tepi jalan di kawasan Perkebunan Sawit di Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (29/11/2018). Mobil itu ditinggal begitu saja di tepi jalan oleh komplotan perampok. ”Tersangka panik dan takut,” kata Ferdy.
Di dalam mobil, polisi menemukan bekas darah dari luka-luka Yulianto. Setelah diambil sampelnya, darah di mobil itu ternyata cocok dengan darah korban.
Berselang satu hari setelah penemuan mobil, polisi menangkap tersangka di tiga tempat berbeda di Sukabumi. Kepada polisi, mereka mengaku pertama kali melakukan aksi itu. Meski begitu, penyidik mendalami keterangan tersebut. ”Kebanyakan pelaku kejahatan akan mengaku ini aksi pertama mereka,” ujarnya.
Atas perbuatannya, tersangka terancam hukuman kurungan maksimal 12 tahun penjara sesuai Pasal 365 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pencurian dengan kekerasan.
Tidak hanya sekali
Kasus pencurian dengan kekerasan terhadap angkutan daring bukan sekali terjadi. Modus pelaku sebelumnya pun mirip. April 2018, Polres Tangerang menangkap tujuh perampok taksi daring dengan korban Teddy Rianto Liman (69). Pelaku menodong Teddy dengan pisau, kemudian menyumpal mulut dan menutup mata korban dengan selotip. Perampok kemudian menurunkan Teddy di pinggir jalan tol (Kompas, 4/4/2018).
Sebelumnya, warga menemukan jasad Jap Son Tauw (68), sopir taksi daring di tepi Sungai Cirarap, Kuta Baru, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Rabu (7/11/2018). Jap Son ditemukan tak bernyawa dalam kondisi luka karena benda tajam dan tumpul di bagian tubuh (Kompas, 9/11/2018).
Polisi berhasil menangkap tiga tersangka yang merampok dan menghabisi nyawa warga Gading Serpong itu kurang dari sepuluh hari setelah penemuan mayatnya (Kompas, 9/11/2018). Dari hasil penyidikan diketahui, pelaku melakukan kejahatan itu karena membutuhkan uang untuk membeli narkoba.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, keselamatan sopir taksi daring memang tidak terjamin dalam sistem kerja mereka. Sebab, perusahaan taksi daring menganggap para sopir sebagai mitra kerja. Akibatnya, tidak ada mekanisme pemberian asuransi dari perusahaan terhadap pengemudi taksi daring.
”Hampir setiap bulan selalu ada kasus kriminalitas yang menimpa pengemudi taksi daring. Pihak penyedia aplikasi taksi daring tidak mau menjadi operator untuk menjamin keselamatan pegawai sehingga sopir terus dianggap sebagai mitra. Inilah yang tidak disadari para sopir. Kalau keamanan tidak terjamin, sebaiknya tidak usah ikut jadi sopir,” kata Djoko.
Djoko menambahkan, aplikasi daring hanyalah sistem yang mengubah cara memanggil taksi. Ia menganggap, taksi konvensional yang telah menyediakan layanan daring lebih menjamin keselamatan dengan adanya lampu serta logo taksi yang terpasang di badan mobil. Peraturan pemasangan stiker untuk taksi daring pernah diusulkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 26 Tahun 2017, tetapi dibatalkan. (Kristian Oka)