Di Singapura, segalanya serba terprediksi. Mulai dari cuacanya, kebersihannya, sampai pemerintahannya. Nama "Lee" selalu diasosiasikan dengan pemerintah. Pendiri Singapura, Lee Kuan Yew, menjadi perdana menteri selama 31 tahun (1959-1990) dan menjadi Menteri Senior saat Goh Chok Tong menjadi perdana menteri. Putra Lee Kuan Yew, Lee Hsien Loong, menjadi perdana menteri sejak 2004 sampai sekarang.
Namun pekan lalu, antisipasi terhadap perubahan mulai dipersiapkan. Tak lain karena PM Lee yang saat ini berusia 67 tahun sudah menyatakan akan mundur dari jabatannya begitu menginjak usia 70 tahun. Lee sudah menyatakan bahwa dari keempat anaknya, tak ada yang berminat masuk ke politik.
Lee juga belum menyatakan, apakah setelah mundur ia akan meninggalkan dunia politik sepenuhnya atau menjadi negarawan senior seperti ayahnya dan mantan PM Goh Chok Tong. Dengan demikian, ketika Lee mundur pada 2021, Singapura akan memasuki era "baru". Era tanpa dinasti Lee.
Sejak berpisah dengan Malaysia pada 1965, Singapura telah berkembang menjadi negara kaya dan stabil dan dikelilingi oleh negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Menurut laporan John Geddie dan Fathin Ungku dari kantor berita Reuters, kesadaran itu membuat warga Singapura khawatir terhadap ketidakstabilan politik, dan menjadikan mereka enggan untuk "berubah".
Lee sudah menyatakan bahwa dari keempat anaknya, tak ada yang berminat masuk ke politik.
Partai berkuasa, Partai Aksi Rakyat (PAP), sejak Singapura meraih kemerdekaan terus memenangi pemilihan umum. Sampai sekarang pun tak ada tanda-tanda posisi itu akan berubah. Namun, para petinggi PAP tak ingin mengambil risiko. Mereka belajar dari tetangganya, Malaysia, di mana UMNO yang memegang kekuasaan sejak kemerdekaan kalah dalam pemilu, Mei lalu.
Kelompok 4G
Untuk mengantisipasi itu, 16 menteri Singapura yang dijuluki sebagai "generasi keempat" 4G, akan memilih di antara mereka siapa yang pantas menjadi pemimpin. Proses itu selesai Jumat pekan lalu, saat Menteri Keuangan Heng Swee Keat (57) memperoleh posisi kunci di tubuh partai.
Ketika ditanya apakah Heng akan menjadi pemimpin PAP di saat Lee lengser, jubir partai merujuk pada laporan media-media lokal yang menggambarkan Heng sebagai "orang terdepan" di antara kelompok 4G. Heng, mantan bankir, dianggap merupakan calon "aman" untuk mengantisipasi situasi ekonomi Singapura di masa depan, saat perekonomian global diwarnai kecenderungan proteksionisme dan perang dagang di antara para pemain global.
Sejumlah pengamat di Singapura menyatakan, para anggota PAP sudah menunjukkan dukungan bagi Heng yang pada 2016 pernah terkena stroke dan kolaps dalam pertemuan kabinet. "Transisi kepemimpinan dalam partai politik umumnya lancar. Tak ada alasan untuk berpikir bahwa PAP yang selama 59 tahun merupakan partai yang kohesif, tidak akan mengalami perpecahan di suatu hari," kata editor harian Straits Times, Zakir Hussain.
Mantan anggota parlemen dari PAP Inderjit Singh menyebutkan, pemilu mendatang akan menjadi semacam "referendum" bagi tim kepemimpinan yang baru. "Tak ada seorang pun dari 4G yang sudah memberikan terobosan inisiatif. Sehingga penting bagi para pemimpin 4G untuk menunjukkan kebijakan yang akan memuaskan warga Singapura, dan mereka harus cepat melakukannya," kata Singh.