Sejumlah kebijakan baru yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta membuat para pengembang belum bisa meramalkan masa depan pulau-pulau hasil reklamasi.
Oleh
Irene Sarwindaningrum/Helena F Nababan/J Galuh Bimantara
·4 menit baca
Sejumlah kebijakan baru yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta membuat para pengembang belum bisa meramalkan masa depan pulau-pulau hasil reklamasi.
JAKARTA, KOMPAS – Pihak pengembang belum mengetahui masa depan pulau-pulau hasil reklamasi yang kini sudah diganti namanya menjadi kawasan pantai Kita, Maju, dan Bersama. Hingga saat ini, kegiatan pengembang di kawasan-kawasan itu terhenti. Sementara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menuntaskan kajian lingkungan dan rancangan peraturan daerah untuk penataan kawasan itu.
Sekretaris Perusahaan PT Agung Podomoro Land (APL), pengembang Pulau G Justini Omas, Senin (27/11/2018) di Jakarta, mengatakan, belum dapat memberikan keterangan terkait kelanjutan Pulau G. Sebab hingga sekarang pihaknya masih menunggu pemberitahuan resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Sejauh ini belum ada pemberitahuan resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kami memantau perkembangan dari media,” katanya.
Kresna Wasedanto, kuasa hukum PT Kapuk Naga Indah (KNI) yang mengembangkan Pulau C dan D, juga belum bisa berkomentar soal perkembangan kebijakan terhadap pantai-pantai hasil reklamasi itu.
Saat ini, Pulau G, atau yang kini dinamai Pemprov DKI sebagai Kawasan Pantai Bersama, baru jadi 48 hektar atau sekitar 30 persen dari rencana 161 hektar. Pengembang Pulau G adalah PT Muara Wisesa Samudra atau anak perusahaan PT APL.
Sementara, Pulau D yang sekarang bernama Kawasan Pantai Maju, sudah mencapai 100 persen dengan luas 312 hektar dengan 918 bangunan yang masih disegel. Adapun Pulau C yang sekarang disebut Kawasan Pantai Kita, mencapai 40 persen atau sekitar 109 hektar dari rencana 276 hektar.
Anies memastikan tidak ada kelanjutan reklamasi lagi di kawasan-kawasan pantai hasil reklamasi tersebut. Ia juga kembali menegaskan pantai akan dibuka untuk akses publik dan bukan ekslusif.
Kebijakan baru
Selama beberapa hari terakhir, Anies mengumumkan serangkaian kebijakan terhadap kawasan hasil reklamasi. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1744 Tahun 2018 memberi nama resmi.
Selanjutnya, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 120 Tahun 2018 menugaskan PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro) mengelola tanah hasil reklamasi Pantai Utara Jakarta melalui. Jangka waktu penugasan kepada Jakpro selama 10 tahun. “Kami siap dengan penugasan ini,” kata Direktur Utama PT Jakpro Dwi Wahyu Daryoto.
PT Jakpro akan mengelola 65 persen dari total lahan, sementara untuk swasta lain sekitar 35 persen. Penugasan itu meliputi pengelolaan lahan kontribusi dan kerjasama pengelolaan sarana, prasarana, dan utilitas umum.
Lahan kontribusi yang dimaksud adalah kewajiban penyerahan lahan di tanah hasil reklamasi dari pemegang izin pelaksanaan reklamasi kepada pemerintah daerah. Luasnya lima persen dari total luas lahan hak pengelolaan (HPL).
Adapun yang dimaksud sarana, prasarana dan utilitas umum di antaranya air bersih, persampahan, air limbah, drainase, ruang terbuka hijau, ruang terbuka biru, dan transportasi.
Dwi mengatakan, pihaknya sudah menyiapakan sistem kerja sama antar-institusi bisnis (Bussiness to Bussiness) untuk pengelolaan air hingga sampah ini.
Tunggu perda
Pelaksanaan seluruh pembangunan di pantai-pantai hasil reklamasi tersebut harus menunggu pengesahan peraturan daerah (perda) rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) pantai utara Jakarta dan rencana tata ruang dan wilayah DKI Jakarta. Pembahasan rancangan perda itu diperkirakan paling cepat pada Januari dan pengesahan sekitar pertengahan akhir 2019.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Iman Satria dari Partai Gerinda mengatakan, perencanaan dan pembangunan infrastruktur di pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta harus menunggu hingga peraturan RZWP3K Pantai Utara DKI Jakarta disahkan. Hingga kini, raperda itu masih berada di tangan Pemprov DKI Jakarta.
Iman mengatakan pembangunan infrastruktur tidak bisa dilaksanakan selama perda yang mengatur zonasi di pulau hasil reklamasi belum sah. “Kalau enggak ada Perda itu, enggak mungkin pembangunan apapun dilakukan di sana," kata Iman.
Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan Bidang Pengelolaan Pesisir Marco Kusumawijaya mengatakan, kedua rancangan Perda sudah masuk dalam daftar program legislasi daerah (Prolegda) di Badan Pembentukan Peraturan Daerah di DPRD DKI Jakarta. Ada kemungkinan dua Perda tersebut akan dijadikan satu.
Pembahasan kemungkinan bisa dilakukan Januari 2019. “Sekarang sudah masuk ke daftar Prolegda,” katanya.
Penyusunan naskah rancangan Perda itu akan dilakukan setelah kajian pengawasan dampak lingkungan dari reklamasi selesai. Seluruh perancangan dari PT Jakpro akan mengacu pada Perda dan kajian tersebut.
Perubahan konsep
Menurut Marco, penugasan PT Jakpro sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini merupakan perubahan konsep pengelolaan pantai-pantai hasil reklamasi, dari sebelumnya di tangan pengembang menjadi berada dalam kekuasaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pantas Nainggolan, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Selasa di gedung DPRD DKI Jakarta, mempertanyakan langkah Pemprov DKI Jakarta menunjuk PT Jakpro mengelola pulau-pulau hasil reklamasi.
Pertanyaan mengemuka karena sampai saat ini DKI Jakarta belum memiliki peraturan daerah tentang kawasan pesisir, pulau-pulau, juga kawasan pantai utara Jakarta.
Hal lainnya, lanjut Nainggolan, dalam Perda tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI, sampai hari ini, kawasan pantai utara belum disebutkan adanya pulau-pulau. RDTR baru mengatur di kawasan daratan Jakarta.