Pola belanja masyarakat bergeser dari toko fisik ke toko virtual, antara lain dipicu oleh mobilitas yang kian tinggi. Jumlah pembeli daring tumbuh sejalan dengan bertambahnya pengguna internet di Tanah Air.
JAKARTA, KOMPAS - Hasil riset perusahaan riset pasar IPSOS Indonesia bertajuk "E-Commerce Outlook 2018" menunjukkan, belanja dalam jaringan atau daring, tengah menjadi tren di masyarakat. Selain bertambahnya pengguna internet, jumlah pembeli daring tumbuh karena performa situs belanja daring. Perilaku belanja pun berubah.
Dari 400 responden yang disurvei dalam penelitian itu, 64 persennya adalah kelompok milenial. Mayoritas di antaranya adalah pekerja dengan penghasilan di atas Rp 3,3 juta per bulan. "Hal ini menunjukkan orang yang belanja daring memiliki daya beli atau kekuasaan untuk menentukan pembelian di (situs) e-dagang," ujar Head of Observer IPSOS Indonesia, Andi Sukma, di Jakarta, Senin (26/11/2018).
Hasil riset menunjukkan, 73 persen responden berbelanja secara daring setidaknya sekali dalam sebulan. Ada enam pasar dagang yang paling sering dikunjungi milenial, yakni Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, dan Jd.id.
Tak hanya berkunjung, mayoritas responden berbelanja setelah selesai berselancar. Sebanyak 60 persen responden menyatakan belanja seusai berselancar karena alasan ada gratis ongkos kirim, 19 persen karena promosi uang kembali, 16 persen karena potongan harga, 4 persen karena memiliki voucher.
Managing Director IPSOS Indonesia, Soeprapto Tan, melihat pertumbuhan e-dagang sebagai sesuatu yang positif baik bagi pebisnis, konsumen, maupun masyarakat pada umumnya. "Bagi pebisnis, e-dagang berdampak pada pengurangan biaya operasional. Kesempatan memperluas pangsa pasar tidak berbanding lurus dengan jumlah modal yang harus disiapkan," ujarnya.
Situasi itu bisa memberi dorongan pemerataan perekonomian di semua wilayah. Sebab, konsep e-dagang tidak terhalang oleh jarak, ruang, dan waktu.
Geser ke nontunai
Selain perilaku berbelanja, model pembayaran pun bergeser, Kini konsumen di gerai ritel fisik pun memilik membayar secara nontunai. Selain efisien, pembayaran nontunai dinilai mudah dan nyaman. Penjual pun merasakan pengalaman yang sama.
Marketing Communication Manager Hokkaido Bake Cheese Tart, Edgar Prima menyebutkan, keunggulan uang elektronik adalah mampu memangkas waktu pemrosesan transaksi. "Sistem teknologinya berjalan cepat sehingga kami mudah mencatat dan merekam data. Apalagi, kini pihak penerbitnya mengeluarkan fitur kode pembaca cepat (QR Code) yang semakin memudahkan pembayaran," ujarnya.
Head of Digital Product and Marketing PT Graha Layar Prima Tbk (pengelola bioskop CGV), Reinaldo Herulianto menambahkan, meski volume pembayaran transaksi paling besar masih berasal dari tunai, model pembayaran nontunai terus berkembang.
Bersama mitra pembayaran, CGV gencar melakukan sosialisasi dan promosi pembayaran nontunai. "Kami terus berekspansi sampai kota tier kedua dan ketiga. Minat menonton bioskop cukup tinggi dan sebenarnya calon penonton sudah tahu ada sistem pembayaran nontunai, tetapi belum mempraktikkannya," ujarnya.
Managing Director Go-Pay, Budi Gandasoebrata menyebutkan, kini ada lebih dari 200.000 mitra usaha yang menerima pembayaran melalui Go-Pay. Mereka termasuk pelaku usaha berskala mikro, kecil, dan menengah, antara lain minimarket, gerai kuliner, dan restoran cepat saji.