JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran teknologi digital dapat meningkatkan bisnis pertanian dari hulu ke hilir. Anak muda dapat menjembatani pemanfaatan teknologi tersebut untuk mengangkat daerah tertinggal.
Saat ini, ada 122 kabupaten yang tergolong daerah tertinggal dan 80 persen di antaranya berada di wilayah Indonesia timur. ”Mayoritas daerah dapat mengandalkan sektor pertanian untuk mengangkat perekonomiannya,” kata Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Samsul Widodo saat ditemui setelah Pembukaan Pelatihan Duta Petani Muda 2018, di Jakarta, Senin (26/11/2018).
Salah satu langkah untuk meningkatkan nilai ekonomi pertanian di daerah ialah dengan teknologi digital, seperti pada September 2018 saat diluncurkannya sistem pertanian cerdas.
Sistem tersebut melibatkan sensor-sensor yang dilekatkan pada tanah pertanian. Sensor itu akan menunjukkan informasi terkait tingkat kesuburan, hama, potensi penyakit yang menyerang, dan jenis pupuk yang dibutuhkan tanaman kepada petani penggunanya.
Menurut proyeksinya, teknologi sensor tersebut dapat meningkatkan produktivitas. Samsul mencontohkan, teknologi sensor yang diterapkan pada komoditas jagung dapat meningkatkan produktivitas dari 6 ton per hektar menjadi 9 ton per hektar.
Teknologi sensor digital ini tengah diterapkan untuk komoditas jagung, minyak kelapa murni, kopi, dan padi. Dari segi daerah, Samsul menyebutkan, teknologi tersebut telah diadaptasi di Situbondo, Jawa Timur, dan Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Adapun di hulu, Samsul mengatakan, pihaknya menggandeng sejumlah pelaku e-dagang sebagai salah satu jaminan penyerapan pasar. Terkait logistik, Samsul juga bekerja sama dengan PT Pos Indonesia untuk membawa produk dari daerah tertinggal tersebut ke pusat kota.
Menurut Samsul, ekosistem digital dalam pertanian yang telah dibangunnya itu seharusnya menjadi daya tarik bagi anak muda. Dia mengharapkan, semakin banyak anak muda yang terlibat dalam membangun daerah tertinggal melalui pertanian.
Ada 10 pemuda yang menjadi peserta pelatihan. Panitia Penyelenggara Pelatihan Duta Petani Muda 2018 Maula Paramitha mengatakan, salah satu materi yang akan dibagikan pada peserta ialah perkembangan bisnis dalam ekonomi digital. Harapannya, peserta dapat menggaet investor ke dalam bisnis yang berorientasi pada kesejahteraan petani sekitar.
Selesaikan masalah
Sejumlah pemuda peserta pelatihan bercita-cita menyelesaikan permasalahan pertanian yang ada di sekitarnya. Misalnya, Ratna Sari Dewi (26) yang menerapkan teknologi pengairan di perkebunan. ”Pengairan di Kintamani, Bali, menjadi tantangan bagi perkebunan di sana,” ucapnya.
Destika Restiyani (28) ingin meningkatkan produktivitas kopi di daerahnya dari 3-4 kuintal per hektar menjadi minimal 1 ton per hektar. Menurut dia, kenaikan produktivitas berdampak pada kesejahteraan petani kopi.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan bertani, Etti Magdalena (31) mengembangkan model perkebunan hidroponik. Bekerja sama dengan komunitas hidroponik, dia ingin mengedukasi masyarakat di daerah asalnya, yakni Pekanbaru, Riau.
Sementara itu, Roni Lahanda (25) ingin membuka akses pasar Pulau Simeulue, Aceh, yang kaya akan komoditas perikanan. ”Perjalanan dari Pulau Simeulue ke kota Banda Aceh sekitar 1 hari 1 malam. Karena itu, saya mengolah produk dari bahan lokal pulau tersebut dan dijual di kota untuk menyejahterakan nelayan di sana,” tuturnya.