JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum akan menggelar rapat pleno, Senin (26/11/2018), untuk memutuskan tindak lanjut putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait pencalonan Oesman Sapta dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Masukan sejumlah pihak akan menjadi pertimbangan KPU dalam memutuskan.
Untuk itu, KPU beraudiensi dengan hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis kemarin. Selain Ketua KPU Arief Budiman, hadir tiga anggota KPU, Viryan Azis, Wahyu Setiawan, dan Ilham Saputra. Mereka ditemui Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Dalam pertemuan itu, KPU sempat membicarakan putusan MK yang berbeda dengan Mahkamah Agung dan PTUN. Namun, MK tak bersedia menanggapi putusan institusi lain. Pertimbangan bagaimana harusnya menyikapi tiga lembaga peradilan, yakni MK, MA, dan PTUN Jakarta, Palguna menyerahkan kepada KPU. ”Sikap mahkamah sudah jelas lewat putusannya,” katanya.
Menurut Palguna, putusan MK punya kekuatan hukum mengikat setelah selesai diucapkan dalam sidang terbuka. Hal itu pun dinyatakan dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Dengan demikian, semestinya tak ada lagi pertanyaan kapan putusan MK berlaku. Dari putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, MK memberikan tafsir terhadap frasa ”pekerjaan lain” yang tak diperbolehkan menjadi anggota DPD seperti diatur UU Pemilu.
Menurut MK, ”pekerjaan lain” itu termasuk pengurus parpol. Putusan itu dinyatakan berlaku dalam Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu selanjutnya. Dari putusan itu, KPU merevisi Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota DPD. Sebagai konsekuensi, KPU menyatakan Oesman, Ketua Umum Partai Hanura, tidak memenuhi syarat calon anggota DPD karena tidak mundur dari pengurus parpol hingga jelang penetapan daftar calon tetap.
Sebagaimana diketahui, Oesman mengajukan uji materi PKPU Pencalonan DPD ke MA, dan permohonannya dikabulkan. MA menyatakan PKPU Pencalonan DPD itu berlaku sepanjang tak berlaku surut. Tak lama, gugatan Oesman di PTUN Jakarta juga dikabulkan. Majelis hakim memerintahkan KPU membatalkan surat keputusan DCT DPD dan memasukkan nama Oesman.
Wahyu Setiawan mengatakan, KPU tak langsung menjalankan putusan PTUN Jakarta karena situasi berbeda. Sebab, ada putusan MK yang dijalankan KPU. ”Tentu KPU perlu berhati-hati mengambil keputusan karena ada produk hukum berbeda. Kami mengkaji masukan berbagai pihak,” ujar Wahyu.
Selain meminta pandangan MK, KPU bertemu pakar hukum tata negara. Mereka menyarankan KPU mematuhi putusan MK. Menurut Wahyu, KPU juga mengirim surat ke MA, tetapi belum dijawab. Karena diburu waktu, KPU tak memaksa audiensi MA sebelum mengambil sikap menindaklanjuti putusan PTUN. ”Senin depan kami rapat pleno. Kami rencanakan ambil keputusan,” kata Arief.
Sebelumnya, KPU memunculkan beberapa opsi, termasuk menjalankan putusan PTUN dengan memasukkan Oesman ke DCT anggota DPD, tetapi ia harus mundur dari pengurus parpol untuk mematuhi putusan MK. Ditanya apakah opsi yang diambil KPU, Wahyu mengatakan, KPU mencari solusi agar substansi putusan bisa dilaksanakan.
Direktur Eksekutif Jaringan untuk Demokrasi dan Pemilu Berintegritas Sigit Pamungkas mengingatkan, apa pun putusan KPU, hendaknya penyelenggara pemilu, KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, lebih dahulu solid dan punya pemahaman yang sama.