Jakarta, Kompas - Badan Intelijen Negara dan Kepolisian Negara RI menggiatkan kegiatan kontra radikalisasi di daerah yang dianggap rawan, termasuk lembaga negara dan pusat pendidikan. Pendekatan ke pemuka agama dilakukan untuk memastikan ajaran Islam sejalan paham kebangsaan Indonesia.
Juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto di Jakarta, Selasa (20/11/2018), mengatakan, pihaknya mengkaji berdasarkan hasil kegiatan intelijen dan penelitian sejumlah lembaga masyarakat sipil. Salah satunya pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama terkait ancaman paparan radikalisme di lingkungan instansi pemerintahan.
Kegiatan tersebut, tambah Wawan, bertujuan memberi peringatan dini sekaligus langkah awal menyusun langkah bersama sejumlah kementerian/lembaga terkait untuk program kontra radikalisasi. BIN, sejauh ini, bekerja sama dengan Kementerian Agama, Dalam Negeri, Sosial, Tentara Nasional Indonesia, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia, Dewan Masjid Indonesia, NU, dan Muhammadiyah.
”Koordinasi untuk menggiatkan dialog dengan para pemuka agama dan ulama agar menjauhi ujaran kebencian, intolerasi, mudah mengafirkan orang lain, dan menggunakan ayat perang tak sesuai kondisi damai di Tanah Air,” ujar Wawan. BIN juga memberdayakan Forum Kerukunan Umat Beragama untuk mencari solusi berbagai masalah sosial yang dipicu masalah antarumat beragama.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, koordinasi dengan BIN dilakukan guna memantau dan mengawasi daerah terindikasi berpotensi terpapar radikalisme. Pengawasan oleh Polri dilakukan berjenjang.
Direktur Eksekutif Alvara Research Center Hasanuddin Ali menekankan adanya indikasi meningkatnya paparan radikalisme di kalangan terdidik.