Di satu sisi, jamak dijumpai proyek pengerukan dan penataan sungai dilakukan di banyak lokasi di Jakarta. Namun, di sisi lain, masih ada sungai maupun saluran air yang kondisinya amat memprihatinkan dan seperti tak terjamah penataan.
Kali Gendong di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, adalah salah satu sungai yang kondisinya sangat memprihatinkan. Lebar Kali Gendong yang masih digenangi air kini hanya berkisar 2 meter saja, padahal semula lebar kali itu mencapai 12 meter. Sedimentasi di bantaran kali justru dimanfaatkan warga untuk mendirikan rumah.
Kali Gendong mengalir sepanjang 1,6 kilometer di sebelah barat Jalan Muara Baru Raya hingga akhirnya bermuara ke Rumah Pompa Waduk Pluit. Di sepanjang aliran kali itu rumah warga RW 17 Kelurahan Penjaringan berdiri berdesakan dan menutupi hampir semua muka air.
Selain menyempit, kedalaman Kali Gendong juga berkurang drastis. Kedalaman genangan air di kali itu hanya sekitar 1 meter saja, selebihnya lumpur bercampur sampah. Ratusan pipa pembuangan limbah rumah tangga di bibir Kali Gendong membuatnya lebih layak disebut sebagai comberan.
Sedimentasi parah dan tumpukan sampah yang tak terkira banyaknya itu membuat Kali Gendong kini tidak lagi mengalir. Di beberapa bagian, umpamanya RT 16, sampah berupa kasur dan karpet terlihat dibiarkan mengapung di kali.
“Sejumlah titik di Kali Gendong memang tidak bisa lagi diakses oleh petugas,” kata Rabiulla, salah satu petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, Kamis (15/11/2018). Ia mengatakan sebenarnya volume sampah yang besar bukan perkara utama, tetapi akses ke Kali Gendong itulah yang menghambat pengangkatan sampah.
Kondisi Kali Gendong itu sangat berkebalikan dengan yang diceritakan Demapa (83) lelaki asal Makassar, Sulawesi Selatan, yang merantau ke wilayah itu pada 1961. Ia menuturkan, ketika ia dulu datang ke tempat itu ada banyak kapal kecil nelayan yang lalu-lalang melewati Kali Gendong.
Seingat Demapa, kepadatan penduduk di Kelurahan Penjaringan mulai melonjak tajam pada tahun 1980-an. Pada masa itu, ia menyaksikan mulai banyak bangunan liar menjamur di bibir kali itu.
Perlahan, warga mulai mengambil alih badan kali dengan mendirikan rumah di atas sedimentasi dan tumpukan sampah. Sampai akhirnya kini RW 17 tersebut dikenal sebagai salah satu pemukiman paling padat dan kumuh di Jakarta.
Penertiban bangunan
Kepala Satuan Pelaksana Prasarana dan Sarana Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara Lambas Sigalingging mengatakan, persoalan Kali Gendong tidak bisa diselesaikan hanya dengan membersihkan sampah dari kali. Menurut dia, penertiban bangunan mendesak dilakukan jika fungsi Kali Gendong hendak dikembalikan seperti semula.
“Rumah warga itu berdiri di atas tumpukan sampah, kalau kami keruk sampahnya rumah mereka akan roboh,” ujar Lambas. Menurut dia, sudah bukan merupakan kewenangannya untuk menertibkan bangunan liar di wilayah itu. Ia menambahkan, tidak mau meletakkan petugas lapangan di tengah pusaran konflik dengan warga.
Masalah Kali Gendong, menurut Lambas, adalah cerita lama yang tidak pernah tamat. Sudah tidak terhitung banyaknya rapat koordinasi yang diselenggarakan pemerintah kota untuk menangani persoalan kali itu. Namun, hasilnya sampai sekarang nihil.
“Kalau sedang datang memantau, saya bingung apakah Kali Gendong masih layak disebut sebagai kali,” ujar Lambas. Ia berpendapat, persoalan Kali Gendong menjadi sulit tertangani karena menyangkut nasib tinggal warga RW1 17 Kelurahan Penjaringan yang menurut Data Badan Pusat Statistik 2016 jumlahnya tak kurang dari 6.000 orang.