JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menggandeng 19 perusahaan dengan total investasi Rp 41,44 triliun untuk mendongkrak produksi gula nasional. Namun, investasi dinilai percuma tanpa kebijakan propetani yang konsisten.
Tak hanya untuk membangun pabrik gula, investasi juga dimanfaatkan untuk membuka lahan tebu baru dengan kuota maksimal 604.000 hektar (ha). Pabrik gula dan lahan tebu baru itu berada di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku.
Dengan investasi itu, pemerintah berharap bisa meningkatkan produksi gula menjadi 2,5 juta ton tahun 2019 dan swasembada gula pada 2025. Pada 2018, produksi gula ditargetkan menjadi 2,1 juta ton.
Investasi perlu ditopang kebijakan yang berorientasi pada petani dan konsisten.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia Agus Pakpahan mengapresiasi investasi itu agar Indonesia tak lagi mengimpor gula. "Namun, investasi perlu ditopang kebijakan yang berorientasi pada petani dan konsisten. Jika tidak, investasi itu tidak akan balik modal," ujarnya saat dihubungi, Senin (12/11/2018).
Kebijakan yang dimaksud terkait insentif bagi petani, khususnya soal harga gula. "Belajar dari pengalaman tahun 2004-2008, produksi tebu naik karena lahan tebu bertambah 89.000 hektar (ha). Tambahan itu berasal dari petani yang beralih komoditas," tuturnya.
Terkait dengan wacana swasembada gula pada 2025, Agus berpendapat, konsistensi kebijakan petani dapat membuat investasi pemerintah tersebut berdampak lebih signifikan terhadap produksi gula.
Berdasarkan pantauan dan pengalaman Agus, dampak itu tampak dari peningkatan jumlah lahan tebu yang digarap petani karena harga gula menggairahkan. “Belajar dari pengalaman pada 2004-2008, produksi tebu meningkat karena lahan tebu naik 89.000 ha. Lahan itu berasal dari petani yang mengalihkan komoditas yang ditanamnya,” tuturnya.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, luas lahan tebu pada 2004 sebesar 344.794 ha sedangkan pada 2008 sebesar 433.017 ha. Dari sisi pabrik, Agus mengatakan, pada saat itu produksi gula naik dari 1,49 juta ton menjadi 2,6 juta ton.
Sementara itu, produksi gula untuk konsumsi langsung saat ini berkisar 2,1 juta – 2,2 juta ton. “Produksi gula nasional sensitif terhadap kebijakan yang melibatkan petani tebu. Sebenarnya, jika kebijakan propetani tersebut berlangsung konsisten, investasi tidak perlu dilakukan besar-besaran,” kata Agus.
Dalam rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terakhir, Perum Bulog ditugaskan menyerap 600.000 ton gula petani dari pabrik gula Badan Usaha Milik Negara hingga April 2019 dengan harga Rp 9.700 per kilogram (kg). Bahkan, pada Agustus lalu, Bulog pernah diminta mempertimbangkan menyerap gula petani dari pabrik gula swasta karena harga lelangnya Rp 9.200 – Rp 9.300 per kg. Sementara, petani tebu meminta harga sebesar Rp 10.500 per kg.
Lesunya produksi gula akibat tekanan harga dirasakan oleh Executive Vice President PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Aris Toharisman. Dia mengatakan, masa giling tebu di pabrik yang sebelumnya dapat mencapai 150 hari, tahun ini hanya 120 hari.
Sebelumnya, Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia Soemitro Samadikoen mengatakan, sebanyak 10 – 15 persen petani sudah beralih lahan hingga saat ini karena harga jualnya di bawah biaya produksi. Berdasarkan data Kementerian pertanian, lahan tebu saat ini seluas 425.000 ha.
Berbarengan
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang berpendapat, investasi di hulu harus dibarengi dengan pembenahan industri di hilir produksi gula. Saat ini, pihaknya tengah menyiapkan Rp 47,6 miliar untuk merombak dan menerapkan rawat ratoon pada 10.250 ha lahan tebu yang ada.
Menurut Aris, perawatan tanaman di lahan perlu menjadi prioritas untuk meningkatkan kualitas rendemen. “Sekitar 80 persen faktor penentu rendemen bergantung pada perawatan dan kultur tanam petani tebu,” ujarnya.
Saat ini, Aris mengatakan, PTPN tengah meningkatkan kapasitas pabriknya. Dia optimistis, ada tiga pabrik gula yang total kapasitas gilingnya bertambah 3.000 ton cane day (TCD) siap beroperasi pada 2019.