JAKARTA, KOMPAS—Warga yang tinggal di atas tanah timbul serta di atas laut dalam wilayah RT 12 RW 04 Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, menanti kepastian pembongkaran rumah mereka. Wacana pembongkaran bergulir karena area tempat tinggal mereka akan dijadikan kolam retensi atau polder.
Kolam retensi itu berfungsi untuk “tempat parkir” sementara air buangan yang berasal dari drainase di sekitar Cilincing. Dengan demikian, air buangan dari drainase tidak langsung masuk ke laut. Rencana proyek ini terintegrasi dalam Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (PTPIN), yang antara lain juga terdiri dari pembangunan tanggul pesisir.
“Belum ada informasi dari pemerintah, tapi memang sudah beredar kabar akan ada penggusuran di sini,” ucap warga yang tinggal di rumah panggung di atas laut, Endang Nawangsih (60), Kamis (8/11/2018). Sebelumnya, di tahun 2017, ia pernah mengikuti dua kali rapat yang juga membahas pembebasan lahan di area tinggalnya.
Saat itu, yang Endang dengar, pembebasan untuk menyediakan lahan guna membuat semacam danau. Namun, entah mengapa, dalam rapat ketiga, pembebasan dinyatakan batal. Ia lega masih bisa tinggal di sana. “Tinggal di sini tidak perlu bayar uang kontrak,” ujarnya.
Warga lainnya, Anisa (18), juga belum mendapat informasi resmi soal pembongkaran rumah-rumah di sana. “Pak RT kalau ke sini menarik uang sampah juga ga pernah ngomong soal itu, tapi memang udah dengar mau ada penggusuran,” katanya.
Anisa mengontrak satu petak hunian seluas 3 meter kali 4 meter, tinggal bersama suami dan bayinya. Ia tinggal di sana baru tiga bulan, dengan biaya sewa per bulannya Rp 350.000. Jika benar bangunan-bangunan di area itu akan dibongkar, keluarganya bakal menerima keputusan itu mengingat mereka hanya mengontrak.
Endang juga menyatakan siap jika rumahnya dibongkar mengingat keluarganya tinggal di atas laut yang bukan milik mereka. Namun, ia menegaskan, warga menolak solusi pemindahan ke rumah susun sederhana sewa. “Masak dari yang tadinya nggak ngontrak jadi ngontrak,” ujar dia.
Endang lebih memilih pemerintah memberi ganti rugi, dengan pertimbangan bangunan yang kebanyakan berbahan triplek, papan kayu, dan bambu berdiri dengan biaya warga sendiri. Setelah mendapat uang, warga punya lebih banyak alternatif, di antaranya mencari tempat tinggal baru atau pulang ke kampung masing-masing.
Rencananya, kolam retensi seluas 5 hektar, mencakup 1,9 hektar daratan yang masuk area Krematorium Cilincing serta 3,1 hektar laut. Di area laut itulah terdapat rumah warga yang berdiri di atas tanah timbul dan di atas laut sehingga butuh pembebasan lahan. Ada lebih dari 100 unit rumah di sana.