Hijrah menjadi tema utama yang diangkat Presiden Joko Widodo dalam pidato politiknya akhir-akhir ini. Sebanyak dua kali dalam sehari, Jokowi menyampaikan pidato bertema ”hijrah” pada akhir pekan lalu, Sabtu (3/11/2018).
Pernyataan calon presiden nomor urut 1 tersebut dinilai oleh ulama sesuai dengan semangat meneladan Nabi Muhammad dalam momentum peringatan Maulid Nabi yang jatuh tidak lama lagi pada 12 Rabiul Awal atau 20 November 2018.
Jokowi, dalam pidatonya saat deklarasi Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) pada Sabtu pagi, mengajak seluruh hadirin untuk hijrah. ”Saya mengajak kita semua untuk hijrah. Hijrah dari pesimisme ke optimisme. Hijrah dari perilaku konsumtif ke produktif. Yang marah-marah lalu hijrah ke sabar-sabar. Dari monopoli ke kompetisi. Dari individualistik ke kolaborasi,” tutur Jokowi.
Sore harinya, dalam deklarasi dukungan Keluarga Besar Almarhum Tubagus Chasan Sochib di Banten, Jokowi kembali mengangkat tema hijrah dari berbagai hal buruk ke hal positif.
”Mari kita hijrah dari suka suudzon, berprasangka buruk, menjadi khudznuzon, berprasangka baik dengan sesama. Saya juga mengajak kita untuk hijrah, dari membuat kegaduhan menjadi menjalin persatuan, kesatuan, dan kerukunan,” kata Jokowi.
Mari kita hijrah dari suka suudzon, berprasangka buruk, menjadi khudznuzon berprasangka baik dengan sesama. Saya juga mengajak kita untuk hijrah, dari membuat kegaduhan menjadi menjalin persatuan, kesatuan, dan kerukunan.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Robikin Emhas, Maulid Nabi Muhammad yang jatuh dalam beberapa waktu mendatang memang bisa menjadi momentum untuk meneladani berbagai kisah Nabi, termasuk hijrah.
Hijrah dalam pengertian harafiahnya adalah berpindahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah dalam rangka menebarkan nilai-nilai kebajikan dan membangun peradaban. ”Sehingga, dalam pengertian yang lebih dalam, hijrah harus dimaknai dengan upaya untuk menebarkan nilai kebajikan dan membangun peradaban,” kata Robikin.
Menurut Robikin, Presiden Jokowi menggunakan kata hijrah untuk menggelorakan semangat berbangsa dan bernegara serta menebarkan kebajikan yang lebih luas serta membangun peradaban kehidupan bersama.
”Sehingga, kita tidak lagi dikoyak oleh hoaks, dipecah belah oleh fitnah, dan kebinekaan kita tidak dirusak oleh hate speech (ujaran kebencian),” lanjut Robikin.