JAKARTA, KOMPAS — Inovasi Indonesia dinilai masih tertinggal dari negara-negara lain. Padahal, hasil inovasi diperkirakan akan menjadi penggerak ekonomi di masa mendatang. Penguatan inovasi melalui regulasi diperlukan agar bisa lebih berperan terhadap pendapatan negara.
Berdasarkan laporan Indeks Inovasi Global 2018, Indonesia berada di peringkat ke-85 dari 126 negara. Di antara negara-negara ASEAN yang disurvei, Indonesia hanya unggul dari Kamboja (85). Indonesia kalah dari Brunei Darussalam (67) dan Filipina (73), bahkan tertinggal jauh dari Singapura (5), Malaysia (35), Thailand (44), dan Vietnam (45).
Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) Bambang Setiadi, Rabu (31/10/2018), mengatakan, Indonesia belum memiliki skenario yang jelas dalam menjadikan inovasi sebagai model pembangunan. Riset-riset yang dilakukan masih dalam skala kecil dan terpisah-pisah sehingga belum bisa menghasilkan inovasi.
Bambang mengutip pendapat Edward Robert, ahli inovasi dari Institut Teknologi Massachusetts, yang menyebutkan, inovasi adalah hasil riset yang bisa dikomersialisasi.
Ia mencontohkan pengalamannya menjadi evaluator proposal-proposal riset yang diusulkan para peneliti. Di bidang kesehatan, misalnya, banyak usulan proposal mengenai demam berdarah yang diterima dan didanai. Namun, sampai saat ini, belum ada produk inovatif yang bisa menyelesaikan permasalahan demam berdarah di Indonesia.
”Usulan tersebut tidak bersatu, kecil-kecil. Riset yang terpisah-pisah susah dinilai hasilnya sehingga tidak menjadi sebuah inovasi,” kata Bambang seusai lokakarya Inovasi dan Transformasi Digital, di Jakarta.
Menurut Bambang, salah satu penyebab kondisi tersebut adalah belum adanya regulasi khusus tentang inovasi. Padahal, negara yang maju di bidang inovasi seperti Korea, misalnya, punya undang-undang khusus yang mengatur soal inovasi. Ketiadaan regulasi membuat inovasi kurang mendapat perhatian. Akibatnya, inovasi sangat sedikit karena tidak ada strategi dan peta jalan, pendanaan, dan lembaga khusus untuk mencapainya.
DRN pun mendorong agar inovasi bisa mendapat tempat lebih banyak dalam Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi yang tengah dibahas di DPR. Dalam rancangan awal, inovasi hanya dibahas di dua pasal dan dirasa tidak cukup.
Selain itu, diusulkan pula membentuk Dewan Riset dan Inovasi Nasional yang berada langsung di bawah komando presiden. Dengan demikian, upaya melakukan inovasi menjadi lebih terarah.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Jumain Appe mengatakan, selain indeks inovasi, Indonesia juga tertinggal dalam hal daya saing global. Berdasarkan laporan Indeks Daya Saing Global 2017, Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 137 negara.
”Singapura, Malaysia, dan Thailand ada di atas kita. Bahkan Vietnam, yang dulu jauh di bawah kita, mulai menyusul,” ujarnya.
Jumain melanjutkan, inovasi sangat diperlukan dalam menuju Indonesia yang berdaya saing, maju, dan mandiri, terutama dalam menyambut revolusi industri 4.0. Di masa mendatang, penggerak ekonomi adalah inovasi dan digitalisasi. Hal ini telah dilakukan negara-negara maju.
”Kita harus terus berinovasi supaya tidak tertinggal dari negara-negara lain,” ujarnya.
Terkait usulan DRN mengenai RUU yang sedang dibahas, Jumain mengatakan, DPR menyambut baik usulan itu. Sebagian besar fraksi di DPR punya pandangan sama bahwa inovasi perlu diperhatikan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju. (YOLA SASTRA)