JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penetapan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia dinilai cukup efektif untuk menarik modal asing kembali masuk ke pasar keuangan domestik. Bauran antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dibutuhkan untuk mempertahankan daya tarik investasi hingga akhir tahun.
Bank Indonesia (BI) mencatat, sepanjang pekan lalu, investor asing melakukan pembelian bersih terhadap surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 9,09 triliun. Tercatat arus dana asing bersih sejak 1-25 Oktober, nilai pembelian bersih SBN mencapai Rp 8,26 triliun. Sepanjang tahun ini aliran dana masuk ke SBN tercatat Rp 22,97 triliun.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menilai kenaikan suku bunga dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah mendorong aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio, terutama yang terkait dengan fixed income securities, yaitu SBN.
”Ketetapan suku bunga acuan seharusnya tidak hanya menjadi langkah strategis menurunkan CAD (defisit transaksi berjalan), tetapi juga meningkatkan daya tarik aset keuangan Indonesia di mata investor asing,” katanya, Minggu (28/10/2018).
Namun, lanjut Josua, pasar obligasi diprediksi masih akan bergejolak akibat sejumlah sentimen hingga akhir tahun, salah satunya rilis data CAD Indonesia pada awal November. Selain itu, potensi keluarnya dana asing juga besar pada Desember saat bank sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga acuan.
Faktor tersebut, menurut Josua, akan kembali membuat pasar obligasi dalam negeri rentan. Belum lagi perkembangan sentimen global lainnya masih mungkin muncul, seperti dari kebijakan moneter bank sentral Eropa. Josua berharap pemerintah dapat menarik investor asing dengan karakteristik jangka panjang.
”Investor yang masuk saat ini lebih praktis dalam mengolah dana. Jadi, kalau misal terjadi gejolak eksternal lagi, besar kemungkinan mereka akan kembali keluar dari pasar Indonesia,” ujar Josua.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, kebijakan suku bunga acuan BI 7DRRR tidak hanya sebagai langkah strategis menurunkan defisit transaksi berjalan (CAD) bersama dengan pemerintah, tetapi juga meningkatkan daya tarik aset keuangan Indonesia di mata investor asing.
Perry mencontohkan, mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7DRRR di angka 5,75 persen berdampak pada imbal hasil dari savings bond ritel (SBR) seri SBR003 tetap di 6,8 persen per tahun. Besaran kupon tersebut dianggap masih lebih menarik dibandingkan imbal hasil US Treasury Bond 10 tahun di kisaran 3,1 persen-3,2 persen.
Insentif pajak
Pemerintah tengah mengkaji pemberian insentif pajak aset bagi perusahaan lokal yang membentuk anak usaha lewat kerja sama dengan perusahaan asing. Upaya tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam menggenjot penanaman modal asing langsung guna menutupi CAD.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Direktorat Jendral Pajak Kemenkeu untuk pemberian insentif bagi pengusaha yang membuka perusahaan baru atau lakukan pemisahan usaha dengan modal pembiayaan berbasis ekuitas.
Dalam membuka usaha baru atau suatu perusahaan, pengusaha bisa mendapatkan pembiayaan melalui berutang atau melakukan pembiayaan berbasis ekuitas. Saat melakukan pembiayaan berbasis ekuitas ini, perusahaan perlu merevaluasi asetnya.
Pajak dari evaluasi aset tersebutlah, lanjut Suahasil, yang akan dikenai insentif agar penanaman modal asing masuk ke Indonesia dan membantu meningkatkan kinerja neraca transaksi berjalan. ”Analoginya seperti beternak ayam, pemerintah tidak memotong ayam langsung, tetapi membiarkan ayam itu menghasilkan telur,” ujarnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, CAD pada kuartal triwulan I-2018 tercatat 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara itu, pada triwulan II-2018 CAD sebesar 3,04 persen dari PDB. BI memproyeksikan CAD pada triwulan III-2018 akan lebih besar daripada triwulan sebelumnya.