Puluhan Hewan Purba dari Jerami ”Hidup” di Grobogan
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·3 menit baca
GROBOGAN, KOMPAS — Festival Jerami yang digelar masyarakat Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, 17-28 Oktober 2018, hingga Rabu (24/10/2018) menyedot perhatian warga sekitar Grobogan dan luar Jawa Tengah hingga 27.000 orang. Hal itu sangat menggembirakan penduduk setempat, warga desa yang lima tahun lalu termasuk desa pelosok dan terpencil.
Desa Banjarejo pun terangkat ke pentas nasional. Warga juga bangga karena berhasil menampilkan puluhan sosok hewan purba dari jerami sehingga masyarakat melihat langsung hewan-hewan yang selama ini belum mereka lihat.
Kepala Desa Banjarejo Achmad Taufik mengatakan, Festival Jerami itu menyuguhkan wisata di bidang arkeologi dengan adanya Rumah Fosil Banjarejo. Rumah Fosil Banjarejo menyimpan sekitar 700 fosil fauna dan flora masa jaman purba, 1,5 juta tahun hingga 2 juta tahun lampau.
Tidaklah mudah membentuk sosok manusia, hewan, rumah, atau obyek lain dari jerami atau batang padi. Tidak semua warga desa memiliki kemampuan membentuk jerami menjadi patung-patung hewan, terlebih hewan purba. Apalagi, membentuk patung raksasa dengan tinggi variasi, mulai dari 2 meter sampai 6 meter.
”Untuk membentuk manusia purba memegang busur panas saja kami membutuhkan waktu sehari. Semoga festival ini menjadi festival yang rutin digelar sebagai wujud rasa syukur petani menjelang musim tanam di awal masa tanam Oktober ini,” ujar Solikin, pemuda asal Dusun Barak, Banjarejo.
Untuk memenuhi bahan baku jerami guna mencukupi bahan membentuk sekitar 20 patung hewan purba, rumah, dan manusia itu dibutuhkan lebih kurang 20 ton jerami. Bahan jerami pada festival kali ini awalnya kurang sehingga warga membeli jerami dari desa lain di luar Kecamatan Gabus.
Pada pembukaan festival, potensi kesenian daerah di Kabupaten Grobogan, khususnya di wilayah Kecamatan Gabus, tampil di hadapan ratusan pengunjung dan rombongan Pemkab Grobogan dan Bupati Grobogan Sri Sumarni. Tari Tayub sebagai tari pergaulan yang melibatkan penari wanita (ledhek) dan penari pria (pengibing) ditampilkan dalam tarian massal. Ada juga pertunjukan reog dari berbagai desa tetangga.
Ketua Komunitas Peduli Fosil Banjarejo Budi Setyo Utomo menuturkan, Banjarejo juga memiliki sejarah masa pra-Hindu atau masa animisme dengan adanya permukiman Dusun Medang yang diyakini bagian dari wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Dikisahkan adanya Aji Saka yang menjadi pusat sejarah Kerajaan Medang Kamulan, yang kala itu dipimpin Raja Prabu Dewata Cengkar. Konon, Prabu Dewata Cengkar memimpin rakyatnya dengan bengis dan gemar makan orang.
”Atas keberanian pemuda Aji Saja mengajak bertarung dengan mengerahkan daya saktinya, Prabu Dewata Cengkar dapat ditaklukkan. Oleh masyarakat kala itu, Aji Saka kemudian diangkat sebagai raja baru di Kerajaan Medang Kamulan. Cerita atau legenda ini kelak akan ditampilkan dalam sendratari yang digarap oleh warga setempat untuk melengkapi Festival Jerami ke depan,” ujar mbah Modin, panggilan akrab Budi Setyo.