JAKARTA, KOMPAS -- Proyek pembangunan konstruksi MRT Jakarta pada Oktober 2018 mencapai 96,5 persen. Akhir 2018, PT MRT Jakarta menargetkan siap untuk uji coba operasional seluruh rangkaian kereta di seluruh jalur.
Saat ini sudah ada sembilan rangkaian kereta yang tiba. Tujuh rangkaian kereta lainnya dijadwalkan tiba di Jakarta pada November mendatang. "Jadi nanti total ada 16 rangkaian yang siap diuji coba bulan Desember," ujar William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Kamis (18/10/2018) di Gedung MRT, Jakarta Pusat.
MRT akan menjalani pengecekan seluruh sistem hingga Januari 2019 sebelum sampai pada operasi komersial pada Maret 2019 mendatang.
Menurut William, masih ada beberapa konstruksi fisik yang belum selesai dikerjakan seperti pintu masuk, dekorasi bagian dalam stasiun dan tangga masuk. "Kalau secara fisik pembangunan tinggal 3,5 persen lagi. Kalau pembangunan konstruksinya sesuai dengan target," lanjut William.
Wiliam menambahkan, MRT bisa menjadi salah satu momentum untuk mengubah citra Jakarta sebagai kota macet. "Harapannya dengan munculnya MRT, pilihan transportasi umum bagi masyarakat bertambah sehingga kemacetan bisa ditekan," ucap William.
Di Manila, Filipina, MRT sudah lebih dahulu dipakai. Tak hanya itu, LRT dan BRT pun sudah lama ada di negara itu. Jalan layang bertingkat juga dengan mudah dijumpai di setiap bagian kota. Tetapi, kemacetan di kota metropolitan itu masih belum bisa diatasi. Hal itu kemudian menjadi tantangan bagi Jakarta untuk bisa membuat pembangunan MRT ini efektif.
Integrasi menjadi kunci
William mengatakan, integrasi dan kolaborasi menjadi kunci. Tak hanya fasilitas untuk mengubah situasi, MRT diharapkan mampu mengubah gaya hidup masyarakat Jakarta. "Itulah kenapa MRT tidak bisa bekerja sendiri. Itulah mengapa kita merangkul seluruh elemen masyarakat. Perubahan harus dilakukan bersama," jelas dia.
Integrasi transportasi publik sebagai salah satu cara mengurangi kemacetan ibu kota juga disebutkan oleh pengamat transportasi Universitas Katolik Soegija Pranata, Djoko Setijowarno. "Dengan MRT saja tidak cukup. Perlu adanya kebijakan lain yang harus mendukung," kata Djoko saat dihubungi secara terpisah Kamis malam.
Menurut Djoko ada 11 langkah yang perlu dilakukan untuk menata Kota Metropolitan.
"Langkah-langkah tersebut antara lain pemberlakuan electronic road pricing, pembatasan kendaraan bermotor, jalur khusus okupansi tinggi, pembatasan parkir di jalan, optimalisasi angkutan rel, integrasi antar moda angkutan umum, restrukturisasi angkutan bis kecil yang tidak efisien, MRT dan BRT, penyediaan lahan park and ride, revitalisasi dan perluasan pedestrian, dan penertiban angkutan liar," papar Djoko.
Menurut dia, integrasi dapat dilakukan pada tataran fisik angkutan, integrasi tiket maupun integrasi jadwal.
Untuk mewujudkan rencana integrasi itu William mengatakan bahwa pihak MRT sudah bicara dengan pihak-pihak lain seperti PT Kereta Comunter Indonesia, PT Transjakarta, Railink, Blue Bird, Gojek dan Grab.
Sosialisasi
Mengedukasi dan menyosialisasikan penggunaan MRT kepada masyarakat juga perlu dilakukan untuk membuat proyek ini berhasil. Untuk itu PT MRT Jakarta menandatangani nota kesepahaman dengan Ikatan Abang None Jakarta yang juga mendukung proyek MRT pada Kamis siang.
Ketua Ikatan Abang None Jakarta, Ronni Ardhianto mengaku antusias menyambut proyek yang disebutnya monumental itu. Ia dan Abang None Jakarta akan membantu PT MRT Jakarta. "Untuk detail bentuk kerja samanya baru akan dibicarakan minggu depan," tuturnya.
William menambahkan bahwa saat ini pihaknya tengah memikirkan nama yang cocok untuk menyebut MRT Jakarta. Pasalnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginginkan nama MRT dibuat dengan nama Indonesia. Hal itu kata William untuk menginternasionalisasi istilah Indonesia.
"Seperti istilah tsunami, itu kan istilah Jepang, ketika dipakai, lama kelamaan jadi istilah internasional," tambah William. Menurutnya, saat ini sudah ada beberapa usulan nama yang diterimanya, namun usulan itu akan terus dikaji. (KRISTI DWI UTAMI)