Presiden Korsel Desak AS untuk Deklarasikan Perdamaian
Oleh
Myrna Ratna
·3 menit baca
Setelah Presiden Donald Trump menyebut pencabutan sanksi oleh Korea Selatan atas Korea Utara memerlukan persetujuan Amerika Serikat, Presiden Korsel ganti mendesak AS untuk segera memenuhi permintaan Korut agar Washington mengeluarkan deklarasi bahwa Perang Korea sudah resmi berakhir. Washington selama ini menghindari isu tersebut karena menginginkan agar deklarasi berjalan beriringan dengan denuklirisasi Korut.
Perang Korea, antara Korea Utara dan Korea Selatan yang berlangsung pada 1950-1953, belum resmi berakhir karena konflik berhenti oleh gencatan senjata bukan oleh kesepakatan damai. Untuk menjaga Korsel dari ancaman Korut, AS saat ini menempatkan sekitar 28.000 tentaranya di Korsel.
Pyongyang menganggap pengembangan senjata nuklir merupakan cara untuk mempertahankan diri dari ancaman serangan militer AS di Semenanjung Korea. Oleh karena itu, Pyongyang menuntut Washington agar melakukan langkah timbal balik yang setara dan perdamaian menjadi prioritas utama.
”Mendeklarasikan bahwa perang telah berakhir merupakan deklarasi politik AS yang akan mengakhiri hubungan yang buruk selama beberapa dekade dengan Korut,” kata Moon.
Kepada BBC, Moon mengatakan bahwa Korut telah menghentikan seluruh uji coba nuklir dan rudal, melucuti satu-satunya lokasi uji coba nuklir, dan saat ini melucuti fasilitas mesin nuklir, serta berjanji akan melanjutkan dengan melucuti kompleks nuklir Yongbyon jika AS melakukan langkah timbal balik.
Pernyataan ini semakin menegaskan perbedaan Seoul dan Washington dalam menerapkan pendekatan pada Pyongyang. Moon yang dikenal ”lunak” memilih proaktif dan mengedepankan diplomasi dalam menghadapi Korut. Dalam dua tahun terakhir, ia telah bertemu dengan pemimpin Korut Kim Jong Un sebanyak tiga kali.
Pernyataan ini semakin menegaskan perbedaan Seoul dan Washington dalam menerapkan pendekatan pada Pyongyang.
Moon juga telah memulai pengembangan investasi berupa proyek-proyek di perbatasan Korut, antara lain dengan jaringan rel kereta api yang menghubungkan kedua negara. Proyek-proyek ini dihentikan pasca-uji coba nuklir Korut pada 2016.
Awal pekan ini Menlu Korsel Kang Kyung-hwa mengatakan bahwa Seoul akan mempertimbangkan mencabut sanksinya terhadap Korut, tetapi Kang Kyung-hwa kemudian meralat ucapannya sebagai ”salah omong” dan Deplu Korsel menegaskan tidak ada langkah untuk mengkaji pencabutan sanksi.
Perkembangan itu terjadi setelah Presiden AS Donald Trump bereaksi terhadap pernyataan Kang Kyung-hwa dengan menyebutkan, ”Korsel tak akan melakukan apa pun tanpa persetujuan AS.”
Trump-Kim
Seusai kunjungan Menlu AS Mike Pompeo ke Pyongyang pekan lalu, Trump menyatakan tentang kemungkinan pertemuan lanjutan dirinya dengan Kim Jong Un setelah pemilu sela AS November mendatang. Pertemuan pertama Trump-Kim terjadi Juni lalu di Singapura. Meskipun bersejarah, pertemuan itu tidak menghasilkan komitmen yang jelas dari Korut tentang proses denuklirisasi.
Jika pertemuan kedua ini terwujud, Moon berharap Kim dan Trump bisa menghasilkan kesepakatan yang lebih tegas. ”Saya optimistis dengan pertemuan itu,” kata Moon.
Korut dan Korsel juga akan melakukan pertemuan tingkat tinggi di perbatasan Panmunjom, Senin (15/10/2018), untuk membicarakan implementasi kesepakatan yang dibuat dalam pertemuan Moon-Kim di Pyongyang, September lalu. Menteri Unifikasi Korsel Cho Myung-gyon akan memimpin delegasi Seoul. (AP/AFP/REUTERS)