JAKARTA, KOMPAS — Kondisi fiskal berpotensi semakin tertekan menyusul naiknya harga minyak mentah dunia. Mengutip Bloomberg Selasa (2/10/2018) sore, harga minyak mentah jenis Brent tercatat 84,71 dollar AS per barel, setelah sempat ada di kisaran 85,07 per barel. Pemerintah dinilai perlu memanfaatkan ruang fiskal dalam hal kebijakan harga jual bahan bakar minyak.
Menurut Ketua Komisi VII DPR dari Partai Demokrat Gus Irawan Pasaribu, asumsi makro untuk harga minyak dalam APBN 2018 sebesar 48 dollar AS per barel sudah sangat tidak relevan. Apalagi, sejauh ini belum ada tanda-tanda pemerintah mengubah asumsi tersebut melalui mekanisme APBN Perubahan 2018. Harga jual BBM jenis premium dan solar bersubsidi, yang disebutkan tidak berubah sampai 2019, akan memberatkan PT Pertamina (Persero).
"Pertamina bisa bangkrut karena harus menanggung selisih harga jual BBM dengan harga keekonomian. Pemerintah tidak memanfaatkan ruang untuk merevisi," kata Gus Irawan, Selasa (2/10/2018), di Jakarta.
Defisit Rp 60 triliun
Gus Irawan menambahkan, dari laporan yang diterima Komisi VII, selisih harga keekonomian premium dan solar bersubsidi saat ini mencapai Rp 2.500 per liter. Dengan harga jual Rp 6.450 per liter untuk premium dan Rp 5.150 per liter untuk solar bersubsidi, Pertamina berpotensi defisit hampir Rp 60 triliun tahun ini. Defisit itu hanya memasukkan subsidi solar sebesar Rp 500 per liter seperti yang disepakati dalam APBN 2018.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, seiring naiknya harga minyak mentah dunia, fiskal berpotensi kian tertekan. Setiap dollar AS per barel kenaikan harga minyak mentah dunia, beban keuangan Pertamina dan subsidi dipastikan membengkak. Keputusan pemerintah menahan harga jual solar bersubsidi dan premium untuk melindungi daya beli masyarakat dipandang baik. "Namun, pemerintah harus siap menanggung risiko fiskal kebijakan itu," kata Komaidi.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agung Pribadi mengatakan, pemerintah akan tetap mempertahankan harga jual solar subsidi dan premium sampai 2019. Keputusan itu sebagai upaya menjaga daya beli.
”Instruksi Presiden Joko Widodo adalah agar menjaga daya beli masyarakat. Oleh karena itu, harga premium dan solar bersubsidi tidak naik meski harga minyak mentah naik,” kata Agung.