Ditahan KPK, Pengacara Lucas Bantah Bantu Eddy Sindoro Buron
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan pengacara Lucas, Selasa (2/10/2018) dini hari tadi setelah diperiksa sebagai tersangka dugaan ikut menghalangi penyidikan perkara korupsi. Lucas membantah membantu dan pernah bertemu dengan Eddy Sindoro, tersangka penyuap panitera PN Jakarta Pusat saat yang bersangkutan berada di Malaysia dan diduga tengah menghindari proses hukum yang dilakukan KPK.
Saat ini, Eddy Sindoro belum diketahui keberadaannya sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Desember 2016 silam. Eddy sempat ditangkap otoritas Malaysia dan dideportasi ke Indonesia. Namun Lucas diduga membawa Eddy kembali ke luar negeri sesaat setelah Eddy sampai ke Indonesia.
"Saya seolah-olah diduga membantu Eddy Sindoro supaya bisa lolos dari Malaysia. Namun sampai saat ini, tidak ditunjukkan bukti bahwa saya melakukan hal tersebut," kata Lucas saat keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada pukul 00.22.
Lucas juga menyatakan, dirinya tidak pernah melakukan komunikasi dan bertemu dengan Eddy Sindoro. "Tidak pernah (berkomunikasi)," ujar Lucas.
KPK menetapkan Lucas sebagai tersangka karena diduga menghalangi proses penyidikan, terkait dugaan suap yang dilakukan mantan petinggi PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro kepada panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, pada 2016 silam.
"Terkait hal itu, KPK meningkatkan status penyidikan sejalan dengan penetapan LCS (Lucas) sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dalam konferensi pers, Senin malam.
Selain itu, Lucas diduga berperan dalam menghalangi Eddy Sindoro masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia setelah sebelumnya ditangkap oleh pihak otoritas Malaysia dan dideportasi.
"Karena perbuatannya tersebut, LCS (Lucas) dikenakan pasal 21 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata Saut.
Sebelumnya, KPK juga meminta kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Ham, untuk mencegah yang bersangkutan bepergian ke luar negeri. Adapun pencegahan berlaku selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 18 September 2018.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, telah mengingatkan kepada pihak-pihak tertentu untuk tidak menghalangi proses penanganan perkara tindak pidana korupsi."Namun kerena masih ada pihak yang diduga melakukan hal tersebut, maka proses hukum dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Febri.
Seperti yang diberitakan Kompas pada Selasa (3/5/2016), kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan oleh penyidik KPK terhadap Edy Nasution sesaat setelah menerima uang Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno.
Uang yang merupakan bagian dari komitmen suap Rp 500 juta itu diduga sebagai imbalan bagi Edy yang sudah membantu proses peninjauan kembali (PK) sengketa perdata dua konglomerasi besar. Doddy mewakili salah satu perusahaan yang bersengketa. Dalam kaitan itu, penyidik KPK sudah menggeledah kantor PT Paramount Enterprise di Tangerang Selatan, Banten.
Dari kasus itu, KPK juga mendalami keterkaitan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) saat itu, Nurhadi. Kantor dan rumah Nurhadi digeledah penyidik KPK. Dari rumah Nurhadi, penyidik menyita dokumen serta uang tunai dalam bentuk beberapa mata uang asing dengan nilai total Rp 1,7 miliar. Penyidik menduga uang itu terkait dengan perkara di MA.
Sementara, dalam persidangan dengan terdakwa Edy Nasution, Nurhadi juga disebut-sebut pernah menelepon Edy Nasution untuk segera mengirimkan berkas perkara itu (Kompas, 27/10/2016). Saat KPK menyidik perkara Edy Nasution, Eddy Sindoro tak pernah memenuhi panggilan penyidik KPK. (DIONISIO DAMARA)