Memuliakan Sagu dari Kampung Abar
Naftali Felle menyerahkan sebuah gerabah tanah liat yang disebut sempe ke tangan Asisten III Setda Kabupaten Jayapura Timotius Demetouw. Dengan tegas, Kepala Suke Abar itu berkata dalam bahasa daerah setempat, ”Helay mbay hote mbay.” Mari menikmati papeda dalam satu sempe dengan semangat kebersamaan.
Demikian salah satu rangkaian acara Festival Makan Papeda di Sampe di Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Papua, Minggu (30/9/2018). Papeda adalah salah satu kuliner dari olahan sagu khas di wilayah Maluku dan Papua.
Setelah kata sambutan dari Naftali selama 15 menit, para ibu dari Abar pun membawa papeda beserta aneka kuliner lokal lainnya, seperti kerang rebus, pisang rebus, ulat sagu, sagu bakar, dan ikan bakar, ke dalam sebuah bivak beratap daun pohon sagu dengan panjang sekitar 40 meter.
Cuaca panas dan jarak yang cukup jauh tidak menghalangi semangat pengunjung untuk menghadiri festival yang dilaksanakan setiap 30 September itu.
Perjalanan ke Abar dimulai dari Dermaga Yahim. Pengunjung dengan menggunakan perahu motor melintasi Danau Sentani ke Abar selama 25 menit. Pihak panitia menyiapkan empat perahu motor secara gratis bagi pengunjung.
Sekitar 600 pengunjung, baik wisatawan lokal maupun asing, yang hadir di festival itu dengan bersemangat langsung menikmati aneka kuliner tersebut di dalam bivak.
Cara menikmati papeda harus menggunakan sebuah sendok berbentuk seperti sumpit yang disebut dengan bahasa lokal bernama holey. Pengunjung menikmati papeda dengan suasana kekeluargaan dan penuh canda tawa bersama masyarakat setempat yang ramah.
Selain sagu, masyarakat di Kampung Abar juga memamerkan sempe buatannya dan sejumlah kerajinan tangan, seperti tas dari kulit kayu, kalung, gelang, dan topi bagi pengunjung.
Salah seorang pengunjung, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Joko Supratikto, mengatakan, Festival Makan Papeda menjadi salah satu upaya kreatif masyarakat Kampung Abar untuk membudayakan komoditas pangan lokal khas Papua, yakni sagu.
Festival ini juga dinilainya sejalan dengan upaya Pemerintah Provinsi Papua yang telah menetapkan gerakan penanaman sejuta pohon sagu pada tahun ini.
”Festival ini harus menjadi sebuah paket wisata di Kabupaten Jayapura. Tujuannya, agar pelaksanaan kegiatan ini terus berjalan rutin dan tidak hanya sekali dalam setahun,” ujar Joko.
Festival ini harus menjadi sebuah paket wisata di Kabupaten Jayapura. Tujuannya, agar pelaksanaan kegiatan ini terus berjalan rutin dan tidak hanya sekali dalam setahun.
Andre Liem, pegiat sektor pangan lokal dan pariwisata di Papua, berharap kedua festival tersebut dapat memotivasi warga di 24 kampung lain di Kabupaten Jayapura untuk menggelar kegiatan yang sama.
”Festival Makan Papeda di sampe memiliki simbol pemersatu warga dan melestarikan kebudayaan sagu. Sebab, warga menikmati kuliner dalam sebuah wadah secara bersama-sama dan berkomunikasi satu sama lain,” tutur pendiri organisasi Papua Tour Guide Community ini.
Abar perintis
Masyarakat di Kampung Abar telah menggelar Festival Makan Papeda sebanyak dua kali sejak tahun 2017. Abar menjadi salah satu dari dua kampung yang merintis festival dengan komoditas sagu. Total luasan hutan sagu di Abar mencapai sekitar 50 hektar.
Sebelumnya masyarakat adat menggelar Festival Sagu Papua pada 21 Juni 2018 di Kampung Kwadeware, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Dalam kegiatan itu, Pemprov Papua juga mencanangkan gerakan penanaman sejuta pohon sagu.
Kepala Suku Kampung Abar Naftali Felle mengatakan, 58 keluarga terlibat dalam kegiatan ini secara sukarela dengan menyediakan 16 karung tepung sagu. Setiap karung seberat 15 kilogram.
Masyarakat menyiapkan sempe, bivak, dan penyediaan bahan baku sagu selama tiga minggu. Mereka mengambil sagu dari dua lokasi hutan yang berjarak sekitar 1 kilometer dari lokasi penyelenggara festival.
”Kami akan menggelar Festival Makan Papeda setiap tahun. Kami tak akan meninggalkan kebudayaan ini walaupun zaman semakin modern,” kata Naftali.
Dalam dua kegiatan ini, masyarakat dibantu sejumlah organisasi nonprofit yang peduli pada pangan lokal dan kebudayaan Papua, seperti Club Pencinta Alam Hiroshi, Papua Jungle Chef, Papua Tour Guide Community, dan Komunitas Noken Papua.
Kami akan menggelar Festival Makan Papeda setiap tahun. Kami tak akan meninggalkan kebudayaan ini walaupun zaman semakin modern.
Charles Toto, salah satu koordinator Festival Makan Papeda dan pendiri Papua Jungle Chef di Kampung Abar, mengatakan, kegiatan ini bertujuan agar masyarakat, khususnya generasi muda, kembali mengonsumsi pangan lokal yang sesuai kebudayaan Papua seperti sagu.
”Kami tak mau kasus gizi buruk di Asmat yang menewaskan puluhan anak balita terjadi lagi. Masyarakat meninggal di tengah hutan sagu karena sudah terbiasa mengonsumsi beras,” ujar Charles.
Ia pun menyebutkan, Abar merupakan pusat kebudayaan Kabupaten Jayapura dalam sejarah pengolahan kuliner sagu dan pembuatan sampe. ”Masyarakat di Abar sudah mengelola sagu dan membuat sampe sejak abad ke-17 Masehi. Mereka yang pertama kali di Kabupaten Jayapura,” tutur Charles.
Berpotensi besar
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Laduani Ladamay yang ditemui di tempat yang sama mengakui, maraknya festival sagu di Kabupaten Jayapura sangat penting untuk memicu warga agar tetap membudidayakan sagu.
Ia pun memaparkan, Papua mendominasi dengan luas areal sagu di dunia mencapai 6,2 juta hektar. Total, Papua memiliki 4,7 juta hektar hutan sagu. Namun, luas lahan yang dimanfaatkan masih sedikit untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan belum ada kilang tepung sagu di Papua hingga kini.
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua, luas lahan sagu yang digunakan secara aktif di 20 kabupaten hingga akhir tahun 2017 hanya 35.351 hektar.
Daerah Meranti, Provinsi Riau, yang luasan hutan sagu masih di bawah 100.000 hektar sudah dapat mengekspor tepung sagu ke kawasan Asia Timur, antara lain Jepang dan Cina.
”Seorang petani sagu di Meranti bisa mendapat penghasilan Rp 17 juta per bulan. Seharusnya petani sagu di Papua bisa kaya dengan potensi sumber daya alam yang begitu besar,” ucap Laduani.
Pegiat Sagu Papua, Marshall Suebu, mengatakan, pihaknya akan mengupayakan pelaksanaan festival sagu Papua bisa mendunia pada tahun depan. Dalam festival ini, akan ditampilkan komoditas sagu dari sejumlah daerah di Papua, antara lain Kabupaten Jayapura, Asmat, Waropen, dan Boven Digoel.