JAKARTA, KOMPAS — Program membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit perlu diimbangi juga dengan pembiasaan menulis agar pengetahuan yang didapat tak luntur begitu saja. Kegiatan literasi bukan hanya soal membaca, melainkan juga mencakup proses kreatif mengolah pengetahuan menjadi informasi baru yang bermanfaat untuk orang lain.
Ketua Harian Gerakan Literasi Sekolah Wien Muldian mengatakan, tugas terberat seorang guru adalah memastikan muridnya tetap membaca setelah jam pelajaran selesai.
”Memotivasi mereka agar jatuh cinta pada kegiatan membaca tak semudah memaksa anak membaca di kelas,” kata Wien di acara Sarasehan Literasi Sekolah Ke-5: Praktik Mengolah Menu Literasi di Sekolah, Sabtu (29/9/2018).
Pemilihan bacaan yang sesuai dengan minat anak dapat menumbuhkan motivasi anak untuk selanjutnya membaca buku lain. Namun, jika sejak awal anak sudah merasa dipaksa ketika menjalani kegiatan membaca di sekolah, bisa dipastikan selanjutnya mereka akan anti terhadap bacaan apa pun itu tema dan bentuknya.
Kegiatan membaca di Indonesia perlu terus didorong karena hingga kini Indonesia terus tertinggal dari negara tetangga dalam hal literasi. Berdasarkan hasil riset Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) tahun 2015, Indonesia hanya memperoleh nilai 403 dan duduk di peringkat ke-64 dari 72 negara.
Nilai itu diperoleh menggunakan metode tes Program for International Student Assessment (PISA) dan Trend International Mathematics and Science Study (TIMSS). Indonesia tertinggal jauh dari negara tetangga Singapura yang berada di peringkat pertama dan Vietnam di peringkat kedelapan.
Kegiatan menulis setelah membaca membantu anak memahami konteks dan pesan bacaan lebih mendalam. ”Menulis itu kan bentuk refleksi apa yang didapat si anak dari buku yang ia baca,” kata guru bahasa Indonesia SMP Kristen 1 Penabur, Keke Taruli Aritonang.
Keke menyatakan, muridnya menjadi serius membaca setelah menyadari kegiatan membaca membantu mereka mengembangkan minat. ”Kalau mereka suka biologi, jangan paksa mereka membaca sastra klasik setiap hari,” ujarnya.
Negosiasi antara guru dan murid merupakan aspek penentu keberhasilan kegiatan literasi. Guru perlu tahu minat murid dan murid harus berani menyatakan minatnya secara terbuka pada guru agar dapat dibantu mengembangkannya.
”Kalau guru kerjaannya hanya memaksa murid tanpa tahu apa isi hati dan kepala mereka, akibatnya perkembangan intelektual murid akan terhambat,” kata Ketua Pengawas Tim Pembina Ayo Membaca Indonesia Dewi Utama Faizah.
Menurut dia, banyak murid yang tertutup karena guru tak pernah memberikan kesempatan murid untuk mengekspresikan minat. (PANDU WIYOGA)