JAKARTA, KOMPAS—Meski setiap sektor kementerian memiliki cantolan perundangan, penindakan kasus pelanggaran lingkungan masih bertumpu pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penyidik pegawai negeri sipil di setiap kementerian sektor didorong aktif menangani kasus-kasus sendiri.
Hal itu mengemuka dalam diskusi Pojok Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu (26/9/2018), di Jakarta. Acara itu menghadirkan pembicara Haerudin, Kepala Satgas Penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK.
Rasio mengatakan, publik berpandangan, kasus pidana terkait lingkungan ditangani Ditjen Gakkum KLHK. Sebab, hanya di KLHK, penegakan hukum berdiri sendiri dipimpin eselon I. Jadi, dalam tiga tahun terakhir, pihaknya menerima 2.688 pengaduan warga akan kasus lingkungan hidup dan kehutanan.
Padahal, setiap kementerian memiliki dasar perundangan berkekuatan penegakan hukum. Contohnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki Undang-Undang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk menangani kasus kerusakan pesisir. Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) bisa memakai Undang-Undang Tata Ruang untuk menertibkan pelanggaran tata ruang, seperti pemakaian area lindung Puncak di Bogor untuk vila.
Pekan lalu KLHK menggelar peningkatan kapasitas bersama dengan 81 penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari KKP, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian ATR, serta KPK. Dari acara itu terungkap kendala penyidik di sektor lain enggan turun karena indikasi ”konflik kepentingan”.
Konflik kepentingan itu terbentuk karena penegakan hukum menjadi satu payung direktorat atau direktorat jenderal pemberi izin. ”Tak semua orang berani menyidik karena bagian dari kelembagaan produksi mereka,” ujarnya.
Tak semua orang berani menyidik karena bagian dari kelembagaan produksi mereka.
Penyidikan bersama
Karena itu, ia memakai strategi penyidikan bersama dengan PPNS kementerian terkait. Hal itu sebagai transfer pengalaman dan meningkatkan kepercayaan diri PPNS sektoral.
Di sisi lain, jika semua kasus lingkungan yang bisa ditangani sektor diserahkan ke KLHK, pihaknya kewalahan. Sebab, KLHK memiliki 157 PPNS yang tersebar di pusat dan balai-balai gakkum. Tahun ini KLHK menambah 50 PPNS, 20 PPNS di antaranya adalah rekrutan baru.
Meski memiliki sumber daya manusia dan dana terbatas, Ditjen Gakkum KLHK melaksanakan ratusan operasi hutan, menangani 517 kasus pidana, dan penyelesaian sengketa lingkungan hidup senilai Rp 17,9 triliun. Dari nominal ini, eksekusi baru Rp 35 miliar karena kewenangannya berada di pengadilan.
Haerudin memaparkan, pada kasus lingkungan, terindikasi kerugian besar negara karena dampak dan biaya pemulihan yang tinggi. Namun, KPK masih mengkaji tindak pidana lingkungan diterapkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan alternatifnya.
Tindak pidana lingkungan yang ditangani KPK umumnya terkait perizinan, pengadaan, dan suap. ”Terkait lingkungan hidup dan tambang, kami hati-hati karena ada UU khusus. Tipikor bisa diterapkan jika (pada UU sektor) belum diatur,” ujarnya.