JAKARTA, KOMPAS - Pendidikan anak usia dini diyakini semakin penting untuk menyiapkan fondasi pendidikan generasi penerus bangsa agar sukses menjadi pembelajar sepanjang hayat. Namun, pengembangan pendidikan anak usia dini di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, belum mendapatkan dukungan anggaran yang memadai dari pemerintah.
Berdasarkan data terakhir yang dirilis UNESCO Institute for Statistic (UIS) tahun 2015, hanya tiga negara di Asia Pasifik yang mengalokasikan anggaran di atas rerata anggaran yang direkomendasikan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi Pembangunan (OECD/Organisation for Economic Cooperation and Development), atau sebesar 1,1 persen dari total anggaran pemerintah. Negara tersebut adalah Vietnam, Kyrgyzstan dan Mongolia. Adapun anggaran PAUD di negara lainnya, termasuk Indonesia masih di bawah rerata tersebut.
Mengacu data UIS 2015, Indonesia tahun 2011 sebesar 0,2 persen, lalu 0,4 persen di 2012. Di tahun 2013 dan 2014 sebesar 0.3 persen. Namun, tiap tahun pemerintah terus meningkatkan anggaran PAUD.
Dalam upaya membahas pendanaan PAUD, sebanyak 16 negara di Asia Pasifik berkumpul untuk membahas inovasi pendanaan program PAUD, di Sanur, Bali pada 24 - 25 September 2018. Negara tersebut antara lain Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Fiji, Thailand, dan Bhutan.
Pertemuan negara-negara di Asia Pasifik tersebut bertajuk Regional Consultation Workshop on Innovative Financing Mechanism and Partnership for Early Childhood Care and Education. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, SEAMEO CECCEP, UNESCO Bangkok ,dan Korea Trust in Fund.
"Dengan anggaran PAUD yang terbatas maka negara negara di Asia Pasifik menghadapi tantangan untuk mencapai salah satu target SDG’s di tahun 2030 yakni memberikan layanan PAUD yang berkualitas," ujar Dwi Priyono, Direktur SEAMEO Regional Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (CECCEP), Selasa (25/9/2018).
Dwi menjelaskan, pertemuan ini bertujuan mencari inovasi pendanaan program PAUD yang paling tepat. Pada kegiatan ini, sejumlah negara memaparkan praktik baik tentang pendanaan program PAUD di negara masing-masing sehingga diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain.
Kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah pembicara dari Amerika Serikat dan Kobe University, Jepang. Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan buku pedoman inovasi pendanaan PAUD dan mekanisme kemitraan untuk kawasan Asia Pasifik.
Sementara itu, Direktur UNESCO Bangkok Maki Hayashikawa mengatakan, terdapat tiga tantangan dalam pembiayaan program PAUD. Selain minimnya alokasi anggaran, ada pula kendala belum adanya kesinambungan anggaran dan kurangnya koordinasi anggaran antar instansi yang menangani program PAUD.
“PAUD sangat penting bagi masa depan sebuah negara, anak-anak usia PAUD adalah calon pemimpin masa depan yang harus dipupuk sejak dini. Oleh karena itu, PAUD bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun juga swasta, organisasi sosial, dan seluruh masyarakat,” ujar Maki.
Secara terpisah, Dewan Pembina Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Najelaa Shihab mengatakan, pihaknya mengadvokasi pemerintah agar anggaran PAUD meningkat karena saat ini sangat kecil anggarannya, sementara PAUD harusnya jadi prioritas. Layanan PAUD berkualitas masih jadi tantangan sehingga perlu dibuat roadmap atau peta jalan berkait indikator kualitas, contoh praktik baik, juga memastikan peningkatan anggaran dan kompetensi guru.
"Anggaran PAUD masih kecil sekali, jadi semua aspek kurang. Kalau anggarannya meningkat, seharusnya difokuskan ke peningkatan kualitas, jangan hanya infrastruktur bangun PAUD saja," ujar Najelaa.
Pembangunan PAUD dari dana desa sudah lebih dari 20.000 PAUD. Selain itu, angka partisipasi dan jumlah PAUD sudah cukup.
"Kita butuh mendorong anggaran kualitas agar efektif digunakan untuk apa, peningkatan kompetensi guru, sumber daya belajar-mengajar di kelas, juga peningkatan kapasitas pengelolaan lembaga-lembaga PAUDyang sebagian besar swasta dan nonformal," kataNajelaa.