JAKARTA, KOMPAS – Pemanfaatan potensi ekonomi syariah dinilai bisa menjadi solusi untuk memperbaiki struktur ekonomi dalam negeri. Selama ini, struktur ekspor dan impor yang belum optimal kerap menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan menjadi sumber tekanan bagi nilai tukar rupiah.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, ekonomi dan keuangan syariah memiliki potensi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi untuk mengatasi defisit transaksi berjalan. Sejumlah negara telah berhasil menopang pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki struktur transaksi berjalan.
“Bahkan, ekonomi dan keuangan syariah tidak hanya menjadi sumber pertumbuhan baru untuk negara dengan mayoritas penduduk muslim, tetapi juga di negara lain dengan penduduk muslim minoritas,” kata Dody saat membuka Konferensi Internasional Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan Syariah di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Berdasarkan data Islamic Financial Services Industry (IFSI), Indonesia berada di urutan ke-9 dari seluruh negara dengan aset perbankan syariah terbesar di dunia dengan total aset mencapai 28,08 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Menurut Laporan Keuangan Syariah Global 2017, secara nilai total aset keuangan syariah Indonesia menduduk peringkat ke-10 dengan nilai aset mencapai 66 miliar dollar AS.
Dody memaparkan, hingga Juni 2018, total pangsa pasar aset perbankan syariah baru mencapai 6 persen dari total perbankan yang ada di Indonesia. Sementara pangsa pasar aset dalam industri keuangan syariah baru mencapai 8,5 persen dari seluruh industri keuangan yang ada di Tanah Air.
“Dengan seluruh potensi ini, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dinilai menjadi salah satu solusi untuk memperkuat struktur ekonomi dan pasar keuangan saat ini dan di masa depan,” kata Dody.
Namun, pihaknya mencatat sejumlah tantangan yang dihadapi untuk pengembangan ekonomi syariah, salah satunya adalah Indonesia belum mampu memosisikan diri sebagai produsen dalam industri halal global. Sejauh ini Indonesia masih dianggap sebagai pasar potensial bagi produk industri halal.
Dody menduga keterbatasan peran serta rendahnya kapasitas perbankan syariah dalam pembiayaan dan permodalan menjadi alasan produktivitas industri halal lokal masih rendah. Pengembangan keuangan syariah tidak dapat berdiri sendiri dan terpisah dari perkembangan ekonomi syariah itu sendiri.
“Formulasi dari strategi pengembangan harus komprehensif, mencakup dari hulu ke hilir dan dari ekonomi riil ke keuangan mendukung,” ujarnya.
Dody mengatakan, BI telah mengembangkan cetak biru strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang dirumuskan dalam tiga langkah strategis. Ketiga langkah tersebut adalah pemberdayaan ekonomi syariah melalui pengembangan rantai nilai halal, pendalaman pasar keuangan syariah guna mendukung pembiayaan syariah, serta memperkuat penelitian dan pendidikan ekonomi syariah untuk meningkatkan literasi publik.
Sejak awal tahun, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memasukan keuangan syariah dalam penilaian sektor keuangan negara-negara anggota. Profesor keuangan University of New Orleans, Kabir Hassan, mengatakan, dalam 20 tahun terakhir, IMF telah bekerja sama erat dengan banyak regulator yang mengawasi keuangan Islam untuk memberikan saran teknis.
Dengan menjadikan keuangan Islam sebagai sistem yang diterima secara paralel dengan layanan keuangan konvensional, lanjutnya, IMF juga berharap untuk meningkatkan transparansi pelaporan dan diversifikasi pendanaan.
“Ini merupakan terobosan penting, karena perkembangan ini mengarah pada pengakuan internasional keuangan syariah dan efektivitas regulasi dan pengawasan perbankan syariah,” kata Hassan.