JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah mengefisienkan proses produksi untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku impor seiring melemahnya nilai tukar rupiah. Caranya, antara lain dengan berproduksi sejumlah pesanan dan beralih ke bahan baku lokal yang terjangkau.
Wahyudi, pemilik usaha kerajinan tembaga merek Yudi Brass asal Boyolali, Jawa Tengah, misalnya, memproduksi sesuai pesanan dan memanfaatkan tembaga bekas. "Harga bahan baku tembaga impor naik sekitar 35 persen sejak Januari 2018 menjadi Rp 140.000 per kilogram (kg)," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, akhir pekan lalu.
Nawawi, pemilik usaha boneka tangan hps.id, memaksimalkan kain produksi lokal untuk mengatasi naiknya harga bahan baku kain impor dari China. "Penyuplai masih menyesuaikan harga dengan importir. Kami berinisiatif menggunakan kain lokal agar produksi boneka tangan tetap berjalan," ujar Nawawi.
Sementara sejumlah pembuat tempe dan tahu bersiasat dengan mengurangi berat kemasan. Hambali Suryadi, Ketua Kelompok Sentra Produksi Tahu dan Tempe di Jakarta Selatan mengatakan, sejak sebulan lalu terjadi kenaikan harga kedelai dari Rp 6.800 per kg menjadi Rp 7.600 per kg.
"Strategi kami adalah mengurangi jumlah berat per kemasan. Kemasan satu kg, misalnya, dikurangi sekitar 100 gram. Namun, harga jual tetap sama karena kami tidak bisa serta-merta menaikan harga," kata Hambali.
Belum terpengaruh
Akan tetapi, tak semua pengusaha kecil menengah terpengaruh pelemahan rupiah, terutama di sisi penjualan. "Sampai saat ini, kenaikan harga bahan impor belum memengaruhi jumlah produksi atau pun harga jual kami," kata
Chief Executive Officer Taylor Fine Goods, Edwin Yanee, Jumat pekan lalu.
Padahal, kain kanvas sintetik impor yang digunakannya telah naik dari Rp 40.000 per meter menjadi Rp 43.000 per meter, terutama akibat pelemahan rupiah. Menurut Edwin, biaya produksi yang bertambah tidak berdampak signifikan bagi usahanya. Sebab, 65 persen bahan yang lainnya merupakan produk lokal yang tidak naik harganya.
Hal yang sama dialami pengelola katering daring Berrykitchen. "Usaha kami tidak terlalu terpengaruh (kenaikan harga barang impor) karena 95 persen merupakan bahan lokal," kata Chief Product Officer Berrykitchen, Ivan De Putra.
Chief Executive Officer Brodo, Yukka Harlanda menambahkan, pihaknya telah bersiap jauh hari. Namun, saat ini kenaikan sebagian bahan impor belum terasa.