Kurang Modal, Pengembang Gim Lokal Tak Bisa Saingi Asing
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembang gim (game developer) lokal sulit memasarkan produk gim di Indonesia karena susah bersaing dengan pelaku gim asal luar negeri yang dibekali dengan modal besar. Akibatnya, gim Indonesia kurang dikenal dan pemain gim Indonesia lebih mengenal gim luar negeri.
Maka dari itu, pengembang gim Indonesia berusaha menjangkau pasar internasional yang lebih tertarik dengan gim indie atau gim yang dikembangkan oleh kelompok kecil. Pertemuan antarpelaku industri gim, seperti Tokyo Game Show (TGS) 2018 yang digelar pada September 2018 di Jepang, menjadi kesempatan bagi pengembang gim Indonesia untuk menjalin kerja sama bisnis dengan penerbit gim luar negeri dan memasarkan gimnya ke dunia global.
Menurut Ketua Harian Asosiasi Game Indonesia Jan Faris Majd, jumlah pemain gim di Indonesia mencapai 44 juta orang dan diperkirakan mencakup 10-20 persen dari total pemain gim sedunia. Namun, pasar Indonesia yang berpotensi besar itu sulit dipenetrasi oleh pelaku gim lokal karena gim mereka belum cukup dikenal.
”Pada 2017, penghasilan yang didapatkan dari pasar gim Indonesia sebanyak 887 juta dollar AS (sekitar Rp 13 triliun). Namun, hanya ada 1 persen yang dikuasai oleh pengembang gim lokal,” ujar Jan, Senin (17/9/2018), di Jakarta. Ia berharap persentase itu bisa meningkat hingga dua digit dalam 5-10 tahun ke depan.
Sebagian besar pengembang gim Indonesia bersifat indie, yang terdiri atas 2-5 orang. Mereka tidak memiliki modal pemasaran yang besar dan dari 200-300 pengembang gim Indonesia yang dihitung Jan, tidak semua berbadan hukum.
Sementara itu, pengembang gim luar negeri sering kali merupakan perusahaan besar. Saat masuk pasar Indonesia, mereka didukung dengan modal pemasaran yang besar dan mampu menjangkau pemain gim secara lebih masif.
”Percuma bikin gim bagus kalau tidak punya dana pemasaran,” kata Rizki Andhika, pengembang gim dari Studio Namaapa. Ia lebih menargetkan gimnya untuk pemain luar negeri, terutama Eropa, yang lebih mengapresiasi gim indie. Pemasaran gimnya ke luar negeri itu dilakukan melalui media, forum pemain, atau dengan menghadiri acara pertemuan antara pelaku gim.
Dalam acara Tokyo Game Show 2018 yang akan digelar di Prefektur Chiba, Jepang, pada 20-23 September 2018, tujuh pengembang gim Indonesia akan memperkenalkan gim ke ranah internasional. Mereka diharapkan dapat menjalin kerja sama dengan penerbit gim ternama dan menjangkau pasar internasional.
Ketujuh pengembang gim itu adalah AGATE, Megaxus, SEMISOFT, Lentera Nusantara Studio, Wisageni, Melon Gaming, dan Studio Namaapa.
Bagi Bonifasius Wahyu Pudjianto, Direktur Pengembangan Pasar Luar Negeri Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), produk gim memiliki potensi bisnis besar di luar produk itu sendiri. ”Gim itu tidak dijual sebagai aplikasi saja, tetapi juga kekayaan intelektual yang terkandung di dalamnya,” ucapnya.
Seperti buku novel yang diadaptasi menjadi sebuah film, gim juga memiliki peluang seperti itu. Selain itu, karakter dalam gim itu juga bisa dikomersialkan ke bentuk produk lain, seperti tas, baju, atau barang lain.
”Kami (Bekraf) mendorong para pelaku kreatif untuk memiliki karya intelektual itu supaya bisa dijual kepada pelaku lain. Bisnis gim tidak hanya soal aplikasi gim itu sendiri,” kata Boni.