Survei LSI: PDI-P dan Gerindra Berpotensi Lampaui Perolehan Suara
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada Pemilu 2019 mendatang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya berpotensi melampaui perolehan suara pada Pemilu 2014. Jalannya pemilu serentak hingga efek ekor jas dari bakal calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto dinilai menjadi alasan kedua partai ini mampu meraup banyak suara.
Berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang dirilis Rabu (12/9/2018), PDI-P menjadi partai dengan elektabilitas tertinggi, sebesar 24,8 persen. Posisi kedua ditempati Gerindra dengan elektabilitas 13,1 persen dan disusul Golkar dengan 11,3 persen.
Survei nasional tersebut dilaksanakan pada 12-19 Agustus 2018. Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan responden 1.200 orang. Survei yang memiliki margin of error lebih kurang 2,9 persen ini juga dilengkapi dengan focus group discussion, analisis media, dan wawancara mendalam.
Peneliti LSI, Adjie Alfaraby, saat rilis survei di Jakarta, menyampaikan, elektabilitas PDI-P yang masih tertinggi dibandingkan partai lain membuat partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri ini berpotensi kembali memenangi pemilu legislatif pada 2019.
Pada Pemilu 2014, PDI-P menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak, yakni 18,95 persen. Posisi kedua ditempati Golkar dengan perolehan suara 14,75 persen dan posisi ketiga ditempati Gerindra dengan 11,81 persen.
”Hasil ini juga membuat PDI-P berpotensi menjadi satu-satunya partai yang dapat memenangi pemilu dua kali berturut-turut di era Reformasi,” ujar Adjie.
Pada pemilu sebelumnya di era Reformasi, tercatat belum pernah ada partai yang memenangi pemilu secara berturut-turut. PDI-P menjadi partai pemenang pada Pemilu 1999 dengan perolehan 33,7 persen suara, tetapi kalah dari Golkar pada Pemilu 2004.
Pada Pemilu 2009, partai pemenang pemilu kembali berganti. Partai Demokrat yang saat itu merupakan partai baru menjadi pemenang dengan perolehan suara 20,9 persen, mengalahkan Golkar yang meraih 14,5 persen. Sementara pada Pemilu 2014 PDI-P kembali menjadi pemenang.
Menguntungkan partai
Menurut Adjie, terdapat tiga alasan terjadi perubahan perolehan suara partai pada pemilu mendatang. Pertama, jalannya pilpres dan pileg serentak menguntungkan partai utama yang mempunyai calon presiden, yakni Jokowi dari PDI-P dan Prabowo dari Gerindra. Pengaruh ini juga sering disebut sebagai efek ekor jas.
Alasan kedua terjadinya perubahan perolehan suara partai ialah turunnya elektabilitas dari Golkar. Hal ini dinilai Adjie karena kasus megakorupsi KTP elektronik dari mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto sehingga membuat Golkar mendapat citra buruk. Tidak adanya kader Golkar yang menjadi capres atau cawapres juga menjadikan elektabilitas Golkar menurun.
”Golkar selalu menjadi partai yang diperhitungkan karena telah menjadi kontestan Ppmilu sejak era Orde Baru dan memiliki kader yang berpengalaman sehingga selalu menempati posisi atas. Oleh karena itu, untuk menaikkan elektabilitas kembali, Golkar perlu memaksimalkan mesin partainya yang terdapat di sejumlah daerah,” ungkap Adjie.
Adapun alasan ketiga, menurut Adjie, ialah kuatnya kepemimpinan dari ketua umum PDI-P dan Gerindra. Megawati dan Prabowo dinilai mampu memaksimalkan semua potensi dan meminimalkan konflik internal di dalam tubuh partai sehingga berpotensi meraih banyak suara masyarakat.
Meski demikian, Adjie menegaskan, perolehan suara partai pada Pemilu 2019 masih bisa berubah dan masih luas ruang bagi partai untuk mengubah peta dukungan. Hal ini karena masih terdapat 25,2 persen pemilih yang belum menentukan pilihannya.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menganggap hasil survei tersebut tidak terlalu mempresentasikan perolehan suara pada Pemilu 2019.
Namun, Lodewijk menyatakan, hasil survei juga dapat menjadi pemacu semangat kader Golkar untuk bekerja keras meraih suara dan memenangi pemilu.
”Kekuatan Golkar itu di jaringan, dan jaringan itu tidak dapat dijangkau oleh survei. Kami percaya Golkar akan meraih banyak suara jika kader dan caleg-caleg di sejumlah daerah pemilihan ini sudah mampu membentuk jaringan,” lanjut Lodewijk.