SAN FRANCISCO, KOMPAS — Masyarakat adat secara turun-temurun sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya hayati di sekitar permukiman mereka—terutama hutan—sebagai bahan pangan dan obat-obatan. Karena itu, kerusakan lingkungan hidup dapat mengancam kelangsungan hidup mereka. Pemerintah harus memberikan perhatian pada kelangsungan hidup masyarakat adat dengan mempertahankan kelestarian hutan tempat mereka bermukim.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyampaikan hal itu pada Selasa (11/9/2018) di sela-sela acara Global Climate Action Summit di San Francisco, Amerika Serikat. Pernyataannya ini bertalian dengan upaya masif konversi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di banyak daerah di Indonesia.
Hal senada juga dilontarkan Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak-hak Masyarakat Adat Victoria Tauli-Corpuz saat menghadiri acara jamuan makan malam yang diadakan AMAN di Hazel Southern Bar & Kitchen, Minggu (9/9/2018).
Jamuan makan malam dengan sajian makanan khas daerah ini merupakan yang pertama kali diadakan masyarakat adat Nusantara di luar negeri. Acara ini dihadiri sekitar 100 perwakilan dari masyarakat adat di Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Selatan, antara lain Meksiko.
Victoria mengatakan, masakan tradisional masyarakat adat perlu dilestarikan karena menggunakan bahan organik yang memiliki nilai nutrisi dan baik untuk kesehatan. Bahan makanan organik sekarang menjadi tren dunia. Karena itu, upaya mempertahankan makanan tradisional dari masyarakat adat dalam sistem pangan perlu didukung. Itu artinya sumber pangan mereka harus terjaga kelestariannya.
Rukka mengatakan, acara itu bertujuan menunjukkan adanya keberagaman kuliner yang dimiliki suku-suku di tiap daerah di Nusantara. ”Sistem pangan sehat tidak dapat dipisahkan dari komunitas adat yang memiliki hak untuk hidup sehat. Karena itu, pemerintah harus memenuhi hak mereka untuk mendapatkan sumber daya hayati di lingkungannya,” katanya.
Bupati Jayapura Mathius Awoitauw yang hadir pada acara itu sependapat tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan sebagai sumber hidup masyarakat adat. Karena itu, melalui peraturan daerah, pihaknya memberikan pengakuan atas hukum, hak hutan, dan kampung adat di wilayahnya.
Dengan memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat adat, ia yakin, kelestarian hutan akan terjaga karena mereka memiliki kearifan lokal dan tanggung jawab sosial untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakatnya. Namun, Mathius mengungkapkan, ada dua perusahaan kelapa sawit yang diberi izin usaha di Papua dari pemerintah pusat. Total areal yang dibuka 15.000 hektar. Menurut dia, perlu peninjauan ulang tentang konsesi yang dimiliki dua perusahaan ini.
Masakan Nusantara
Dalam jamuan itu disajikan 16 jenis masakan khas Nusantara, hasil olahan koki (chef)asal Perancis, Antoine Audran, dan Zachary Nice dari Amerika Serikat. Mereka telah berpengalaman mengolah berbagai jenis masakan Indonesia.
Sementara itu, dalam perbincangan, Antoine—yang telah 24 tahun menetap di Indonesia—mengatakan, tumbuhan yang menjadi bumbu masakan tradisional kini sulit didapat. Antoine, yang menguasai cara memasak ribuan resep masakan asli Indonesia, berencana menerbitkan buku masakan masyarakat adat Nusantara.
Menu masakan yang mereka sajikan dalam perjamuan itu antara lain gohu ikan tuna kuliner dari suku Weda Maluku, sei daging sapu urap sambal luat (suku Manggara, Flores), pantolo ikan lele dan nasi hitam rasa daun jeruk (suku Toraja, Sulawesi Selatan), babi genyol (Bali utara), bebek panggang kuah pindang dengan tempoyak (suku Dayak), bingka waluh bakar (Kalimantan), keciwis tauco manis (suku Sunda), dan ikan bakar dabu-dabu (suku Minahasa, Sulawesi Utara).