JAKARTA, KOMPAS - PT Bursa Efek Indonesia mengubah sejumlah syarat dan ketentuan pencatatan emiten di papan akselerasi. Hal ini dilakukan untuk mengejar target kapitalisasi pasa Rp 10.000 triliun pada 2019.
Saat ini, terdapat dua papan tempat pencatatan saham di BEI yaitu papan pengembangan dan papan utama. Akhir tahun ini regulator akan meluncurkan papan akselerasi untuk saham perusahaan bermodal mikro, terutama yang masuk kategori rintisan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, setidaknya ada tiga poin yang akan diubah otoritas pasar modal. Pertama mengenai laba perseroan. Kedua, persentase jumlah saham kepemilikan publik yang wajib dilepas. Ketiga, penggunaan standar akuntansi.
“Nantinya perubahan tersebut akan tercantum dalam rancangan regulasi BEI dan akan dimuat dalam peraturan bursa. Kemungkinan tahun ini bisa diterbitkan,” kata Nyoman, di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Dia menjelaskan, awalnya BEI mewajibkan adanya laba usaha selama 10 tahun untuk perusahaan setelah dicatatkan di papan akselerasi. Namun kemudian, ketentuan ini diubah menjadi 6 tahun.
Terkait kewajiban pelepasan saham atau free float, pihaknya belum menentukan porsi yang pasti. Namun, persentase saham yang dilepas ke publik akan berbeda dengan emiten yang tercatat di papan utama maupun papan pengembangan.
Sementara itu, mengenai standar akuntansi, perusahaan kelas kecil dan menengah tidak diwajibkan menggunakan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) umum.
“Jadi kami memberi kesempatan. Ini nanti dibuat lebih sederhana untuk menjaring lebih banyak emiten sehingga target kapitalisasi pasar juga bisa lebih cepat tercapai,” ujarnya.
Otoritas tidak menjadikan besaran laba sebagai faktor utama penilaian perusahaan rintisan bisa melakukan IPO. Regulator akan melihat terpotensi bisnis perusahaan tersebut ke depan.
IHSG menguat
Hingga penutupan perdagangan kemarin, nilai kapitalisasi bursa mencapai Rp 6.607 triliun. Nilai ini turun Rp 345 triliun dari kapitalisasi pasar akhir tahun 2017. Sementara regulator BEI menargetkan kapitalisasi pasar mencapai Rp 10.000 triliun pada 2019.
Adapun indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin mengalami kenaikan 1,30 persen atau 75,37 poin ke level 5.851,46.
Vice President Research Department Indosurya Sekuritas, William Surya Wijaya, mengatakan penguatan rupiah dan data cadangan devisa yang diproyeksikan berada dalam batas wajar jadi sentimen pendorong IHSG.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, mengklaim pelaku pasar tidak khawatir dengan gejolak perekonomian global. Investor yakin kinerja pasar modal di Indonesia masih sangat baik.
“Kami terus melakukan komunikasi dengan pelaku pasar. Mengingat dinamika perekonomian seperti sekarang, sebetulnya tidak ada pertanyaan dari para pelaku pasar,” kata Hoesen.
Kendati portofolio saham di BEI masih didominasi oleh asing, lanjut Hoesen,investor dalam negeri masih memiliki kemampuan untuk menopang volatilitas. Pelaku pasar masih yakin perkembangan moneter Indonesia dalam kondisi yang baik.
OJK berkomitmen untuk terus melaksanakan pendalaman di pasar modal melalui berbagai kebijakan di sisi permintaan, persediaan, dan infrastruktur.
Dari sisi permintaan, OJK bakal mendorong berlangsungnya sejumlah program seperti mengatur dan mendorong pendirian perusahaan efek daerah serta mengembangkan transaksi online pemasaran reksa dana.
Sementara dari sisi penyediaan, OJK mendorong penerbitan produk (reksa dana) pengembangan obligasi dan sukuk daerah. Adapun dari sisi infrastruktur pun meliputi lembaga pendanaan efek, implementasi e-registration, dan implementasi e-bookbuilding.