Ilustrasi _ Maket pembangkit listrik tenaga nuklir dipamerkan Badan Tenaga Nuklir Nasional dalam Pekan Energi Indonesia 2011 di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2011).
MOSKOW, KOMPAS — Pihak Rusia, melalui institusi pendidikan, membuka peluang kerja sama pengembangan ilmu dan teknologi pemanfaatan nuklir untuk pembangkit listrik. Pengembangan tenaga nuklir sebagai sumber energi pembangkit listrik di Indonesia masih memerlukan waktu panjang. Selain masalah teknologi, persepsi masyarakat tentang nuklir belum tuntas.
Dalam kunjungan kerja PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bersama sejumlah rektor universitas di Indonesia di Moskow, Rusia, Rabu (5/9/2018), kerja sama pengembangan tenaga nuklir turut dilakukan melalui institusi pendidikan, yaitu dengan Moscow Power Engineering Institute (MPEI).
MPEI merupakan salah satu institut di Rusia yang mengkhususkan studi tentang ketenagalistrikan yang salah satunya berasal dari nuklir. Tercatat saat ini ada sekitar 15.000 mahasiswa dari berbagai negara belajar di MPEI.
Menurut Kepala Divisi Penelitian Teknik Kelistrikan Institut Teknologi Bandung, Suwarno, masih banyak yang harus dipelajari bagi Indonesia sebelum benar-benar menuju pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi listrik. Selain kepemilikan teknologi nuklir untuk listrik, jumlah sumber daya manusia yang bisa menguasai teknologi itu harus disiapkan.
Apabila benar-benar direalisasikan di Indonesia, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) harus dioperasikan oleh tenaga-tenaga ahli dari Indonesia sendiri.
"Rusia bisa menjadi rujukan studi keilmuan dan teknologi tentang nuklir. Mereka sudah mengembangkan nuklir sebagai sumber energi pembangkit listrik sejak lama," kata Suwarno di sela-sela kunjungan ke kampus MPEI.
PRESENTASI IESR/FABBY TUMIWA
Perkembangan kapasitas pembangkit energi terbarukan pada sejumlah negara pada periode 2007-2017.
Seiring dengan upaya meningkatkan penguasaan teknologi nuklir, lanjut Suwarno, masih ada pekerjaan rumah di Indonesia mengenai persepsi masyarakat tentang nuklir. Peristiwa kebocoran radiasi nuklir di Chernobyl, Ukraina, maupun di Fukushima, Jepang, telah menimbulkan opini negatif tentang bahaya nuklir. Kendati demikian, teknologi nuklir kian maju dengan tingkat keselamatan yang semakin baik.
Sementara itu, Rektor MPEI Rogalev Nikolay Dmitrievich mengatakan, pihaknya sangat terbuka menyambut rencana kerja sama bidang akademi nuklir dengan sejumlah universitas di Indonesia. Menurut dia, sejumlah alumni MPEI berhasil berpartisipasi dengan baik di bidang pembangkitan listrik, efisiensi ketenagalistrikan, maupun penelitian angkasa luar. Selain di Rusia, alumni MPEI banyak bertugas di puluhan negara di dunia.
"Saya percaya akan didapat manfaat yang saling menguntungkan di kedua pihak dalam kerja sama ini. Kami sangat terbuka untuk peluang tersebut dengan pihak universitas dari Indonesia," ucap Rogalev.
PLN siap memfasilitasi kerja sama tersebut bersama sejumlah universitas di Indonesia.
Mengenai peluang tersebut, Direktur Sumber Daya Manusia PLN Muhammad Ali mengatakan, kunjungan ke MPEI sebagai salah satu cara membuka peluang kerja sama pengembangan ilmu akademis bidang ketenagalistrikan, khususnya nuklir. PLN siap memfasilitasi kerja sama tersebut bersama sejumlah universitas di Indonesia.
Sebelumnya, rombongan berkunjung ke kantor Rosatom. Rosatom adalah perusahaan pengembang pembangkit listrik terbesar di Rusia. Sepanjang 2017, perusahaan ini telah memproduksi listrik sebanyak 202.868 miliar kilowatt jam (kWh). Perusahaan ini juga mengembangkan 35 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang beroperasi di 11 negara.
Nuklir bisa menjadi pilihan sebagai sumber energi pembangkit listrik di Indonesia. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional kendati pemanfaatan nuklir disebut sebagai alternatif terakhir. Hanya saja, studi lebih komprehensif pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi pembangkit listrik belum dilakukan.