Jutaan Warga Tergabung dalam Kelompok Relawan Pro Raja
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Thamontip Puangkitja (50), pensiunan, bersemangat memunguti sampah-sampah di kota Bangkok, Thailand, Selasa (4/9/2018). Ia tak sendiri. Di sekitarnya, puluhan orang yang mengenakan kaos dan topi biru serta scarf kuning juga sibuk membersihkan sungai kota yang tersumbat.
Bukan, mereka bukan anggota Pramuka. Mereka adalah sebagian dari 4 juta warga Thailand yang tergabung dalam program sukarelawan yang dibentuk oleh Raja Thailand Maha Vajiralongkorn pada 2017.
Dengan menjunjung ”semangat sukarelawan”, Vajiralongkorn membentuk ”pasukan” baru yang terdiri dari warga sipil yang sudah bersumpah akan setia pada raja dan kerajaan. Lebih dari 4 juta orang dari beragam profesi tergabung dalam program ini.
Tugas mereka banyak, dari membersihkan ruang publik sampai membantu polisi mengatur lalu lintas jalan. Pasukan kuning biru ini mulai disorot ketika mereka membantu upaya penyelamatan internasional saat 12 anak pemain sepak bola berikut pelatihnya terjebak dalam goa bulan lalu. ”Program ini bagus untuk rakyat dan membantu kerajaan,” kata Thamontip.
Kalau mau berpartisipasi dalam program ini, sukarelawan harus mendaftar ke istana dan melalui serangkaian proses inisiasi seperti berbaris dan membungkuk di depan foto raja. Setelah itu barulah akan diberikan seragam kaus dan topi biru serta scarf kuning. Warna kuning biru diasosiasikan dengan warna mendiang Raja Bhumibol Adulyadej dan Ratu Sirikit.
Setelah memakai seragam baru, sukarelawan memberikan hormat ala militer ke foto raja. Berbaris dan hormat pada foto raja harus dilakukan setiap kali hendak memulai kegiatan kemasyarakatan. Aturan ini benar-benar baru. Ada yang menilai program ini menunjukkan pola pikir Vajiralongkorn yang menganggap kerajaan pada era Raja Vajiravudh (1910-1925), yang juga dikenal sebagai Rama VI, sebagai model kerajaan yang ideal.
Dicintai rakyat
Ayah Vajiralongkorn, Bhumibol, dipuja dan dicintai rakyat selama ia berkuasa dan rakyat merasa memiliki hubungan yang dalam dengan kerajaan. Namun, Bhumibol tak pernah membentuk pasukan relawan.
Pengamat Thailand, David Streckfuss, menilai program sukarelawan ini upaya Vajiralongkorn membentuk basis kekuatan alternatif selain militer. Ia tampaknya ingin membedakan kerajaan dengan militer serta berusaha membawa Thailand ke sistem monarki konstitusional demokratik.
”Meski demikian, Vajiralongkorn mempunyai hubungan kerja yang baik dengan Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha yang berkuasa setelah kudeta 2014,” kata Streckfuss.
Militer berjasa memfasilitasi transisi yang mulus setelah Bhumibol mangkat pada Oktober 2016. Sejak itu, raja yang baru membuat banyak perubahan pada urusan kerajaan. Sejumlah pengamat menilai ia mungkin hendak menjauhkan diri dari militer yang sudah berkuasa di Thailand sejak kudeta 2014.
Tahun lalu, Vajiralongkorn menuntut perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap rancangan konstitusi yang diusulkan pemerintahan militer. Selain itu, Vajiralongkorn juga mengambil alih kembali aset-aset kerajaan yang secara formal dikelola pemerintah.
”Mungkin raja ingin sukarelawan menjadi seperti Sue Pa, cendekiawan terkenal yang sering mengkritik kerajaan. Dulu ada Korps Macan Liar, pasukan paramiliter yang dibentuk 1911 oleh Vajiravudh setelah terinspirasi Pasukan Relawan Inggris. Vajiralongkorn mau kerajaan melayani, melindungi, dan bekerja untuk rakyat,” kata Sulak Sivaraksa (86), salah satu sukarelawan.
Namun bedanya, pasukan sukarelawan Vajiralongkorn tidak memegang senjata. Meski tak bersenjata, sukarelawan bisa melakukan banyak hal yang tidak dapat dikerjakan oleh pemerintah, apalagi sukarelawan mendapatkan dukungan istana. ”Kalau pemerintah yang membentuk program itu, mungkin rakyat tidak akan mau ikut,” kata Sivaraksa. (REUTERS)