JAKARTA, KOMPAS — Sebagai salah satu acuan investasi luar negeri ataupun domestik, keamanan dan perlindungan usaha di DKI Jakarta perlu dijamin. Untuk itu, gangguan dalam kegiatan investasi perlu diatasi.
”Wilayah DKI Jakarta menghasilkan 20 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Artinya, seperlima dari kegiatan ekonomi nasional ada di Jakarta,” ujar Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Rabu (5/9/2018), di Jakarta.
Adapun realisasi investasi DKI Jakarta pada semester I-2018 mencapai Rp 58,8 triliun. Angka ini mencapai 66,95 persen dari target Rp 87,8 triliun pada 2018. Hal ini membuat DKI Jakarta berada di posisi pertama untuk realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau kedua untuk penanaman modal asing (PMA) di seluruh provinsi Indonesia.
Selain itu, kata Lembong, 95 persen arus modal ekonomi digital dan e-dagang ada di Jakarta. Oleh sebab itu, peran Jakarta dinilai penting dalan keberlangsungan investasi baik dalam negeri maupun asing.
Untuk itu, BKPM bersama Polri bekerja sama dalam melindungi kegiatan usaha, khususnya mendukung kegiatan investasi di Jakarta. Hal ini mewujud dalam sosialisasi pedoman kerja BKPM dan Polri tentang jaminan keamanan berinvestasi di Indonesia.
Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang telah ditandatangani BKPM dan Polri pada 22 Februari 2016 tentang Pengamanan Pelayanan Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi di Kawasan Industri Tertentu.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyambut baik kegiatan ini. Menurut Gubernur, masih ada potensi hambatan yang dialami oleh pelaku usaha. Hambatan seperti pungutan liar, premanisme, dan praktik ancaman dalam dunia usaha masih terjadi.
”Dengan sosialisasi ini, kami berharap pelaku usaha memiliki hubungan baik dengan aparat penegak hukum sehingga saat mereka (pelaku usaha) menghadapi masalah bisa mendapatkan bantuan dan ditangani dengan baik,” ujar Anies.
Investasi menopang
Lembong mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh pertembuhan investasi. ”Ketika pertumbuhan ekonomi stagnan di 5 persen, pertumbuhan investasi naik hampir mencapai 7 persen per tahun,” katanya. Namun, pertumbuhan investasi melambat di triwulan II-2018.
Berdasarkan data BKPM, investasi pada triwulan II-2018 sebesar Rp 176,3 triliun atau tumbuh 3,1 persen dalam setahun. Investasi triwulan II-2017 tumbuh 12,7 persen dalam setahun, sedangkan investasi pada triwulan I-2018 tumbuh 11,8 persen dalam setahun (Kompas, 15/8/2018).
Oleh karena itu, Lembong mengatakan, selain memperkuat nilai tukar rupiah terhadapa dollar AS, pemerintah juga perlu membangkitkan sentimen positif kepada para investor asing. Salah satunya dengan menjamin kepastian hukum sehingga investor tidak ragu untuk memperluas investasi di Indonesia.
Ekonom PT Bank Central Asia, David Sumual, mengatakan, sosialisasi kerja sama antara BKPM dan Polri akan berdampak positif. Menurut dia, ada tiga faktor yang memengaruhi investor untuk menanamkan modal, yakni stabilitas keamanan, politik, dan ekonomi.
”Terpenting adalah stabilitas keamanan. Dalam hal ini investor akan melihat terlebih dahulu apakah keamanan di suatu daerah kondusif atau tidak,” ujar David. Adapun faktor yang memengaruhi dimulai dari tingkat kriminalitas hingga infrastruktur kepolisian yang tersedia di daerah-daerah.
Sementara itu, stabilitas politik juga menjadi acuan bagi para investor. David mengatakan, hal itu terkait dengan konsistensi kebijakan pemerintah. ”Seperti kepastian kebijakan pemerintah tentang upah,” ujar David. Sementara dari stabilitas ekonomi, gejolak nilai tukar rupiah juga memengaruhi kepercayaan pelaku usaha.
Terkait kerja sama antara BKPM dan Polri, David menilai, hal tersebut menandai kesiapan Polri dalam menopang BKPM dalam menjamin investasi domestik maupun luar negeri. Menurut dia, investasi langsung perlu didorong agar meningkatkan PDB Indonesia ke depan. (DIONISIO DAMARA)