SIDOARJO, KOMPAS - Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur yang adalah Bupati Ngada Marianus Sae dituntut 10 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jawa Timur, Jumat (31/8/2018). Adapun Susilo, penyuap Bupati Tulungagung Sahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Samanhudi terancam dihukum lima tahun penjara.
Marianus Sae secara aktif meminta komisi atau fee dari proyek yang didanai APBD kepada perusahaan rekanan. Dia juga meminta gratifikasi kepada anak buahnya sendiri. Korupsi berlanjut sejak 2011 hingga 2018 itu mengumpulkan uang Rp 5,3 miliar.
“Dana yang terkumpul, di antaranya digunakan membiayai pencalonannya sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur periode 2018-2023,” ujar jaksa KPK yang dipimpin Ronald Woworuntum Jumat (31/8/2018).
Atas perbuatannya itu, Jaksa KPK dalam sidang tuntutan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (31/8/2018), meminta majelis hakim yang diketuai Unggul Warsa Murti menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa berupa 10 tahun penjara.
Ronald Woworuntu juga menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman denda Rp 300 juta, subsider enam bulan kurungan. Selain itu, pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terdakwa hingga lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
“Terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang Undang 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Ronald.
Dari Rp 5,3 miliar uang hasil korupsi yang dinikmati terdakwa, Rp 4,450 miliar berasal dari suap, sedangkan Rp 850 hasil gratifikasi. Penyuap adalah dua pengusaha pemilik perusahaan rekanan yang mengerjakan proyek infrastruktur di Pemkab Ngada, yakni Wilhelmus Iwan Ulumbu pemilik PT Sinar 99 Permai dan Albertus Iwan Susilo pemilik PT Sukses Karya Inovatif.
Marianus Sae juga meminta uang gratifikasi kepada Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Wilhelmus Petrus Bate sebesar Rp 850 juta dengan dalih biaya operasional. Oleh Petrus, uang diambilkan dari jatah anggaran lembur dan perjalanan dinas pegawainya.
Menanggapi tuntutan jaksa KPK, terdakwa Marianus Sae dan kuasa hukumnya mengaku keberatan. Mereka akan mengajukan nota pembelaan yang akan disampaikan pada sidang berikutnya. Alasannya, tidak semua tuntutan jaksa didasarkan pada pertimbangan yuridis dan fakta persidangan melainkan ada sebagian yang berdasarkan opini.
“Harapannya majelis hakim bisa mempertimbangkan seluruh fakta persidangan dan meringankan hukuman bagi kliennya,” kata penasehat hukum terdakwa Vincentius Maku.
Blitar dan Tulungagung
Masih di Pengadilan Tipikor Surabaya, pengusaha konstruksi Susilo Prabowo didakwa memberikan hadiah atau suap kepada Wali Kota Blitar Samanhudi dan Bupati Tulungagung Sahri Mulyo secara rutin setiap tahun dengan total nilai hingga Rp 10,6 miliar dari total nilai proyek Rp 140 miliar yang dikerjakannya. Terdakwa menerima dakwaan dan tidak mengajukan nota pembelaan.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Agus Hamzah, jaksa mendakwa terdakwa Susilo melanggar Pasal 5 dan Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Dalam materi dakwaannya, terdakwa disebutkan memberikan suap sejak 2015-2018.
“Ada tiga pihak yang menerima janji atau hadiah dari terdakwa yakni Bupati Tulungagung Sahri Mulyo dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Tulungagung Sutrisno serta Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar,” ujar jaksa KPK Dodi Sukmono.