Sebanyak 6.194 anggota jemaah haji mulai bergeser dari Mekkah ke Madinah untuk menunaikan Arbain. Jemaah haji lainnya mulai kembali ke Tanah Air seiring berakhirnya ibadah haji. Menteri Agama memaparkan sejumlah inovasi yang akan diterapkan kembali musim haji 2019.
MEKKAH, KOMPAS — Memasuki hari kelima pemulangan jemaah gelombang I asal Indonesia, hari Jumat (31/8/2018) ini, sebanyak 6.901 anggota jemaah kembali diterbangkan ke Tanah Air melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah. Pada hari yang sama, sebanyak 6.194 jemaah gelombang II juga mulai bergeser dari Mekkah ke Madinah untuk menunaikan Arbain.
Sebanyak 141 bus beroperasi mengangkut para jemaah dari Mekah ke Madinah (sekitar 400 km). Pemberangkatan pertama dimulai untuk Kloter 8 Medan (393 orang dan Kloter 42 Solo (360 orang) pukul 10.00 Waktu Arab Saudi. Selanjutnya, jemaah lainnya berangsur menyusul dari hotel pemodokan masing-masing. Durasi perjalanan mereka diestimasikan 6-7 jam.
“Tidak perlu ngebut. Laju kendaraan disesuaikan dengan kapadatan lalu lintas di poros Mekkah-Madinah serta memperhitungkan kondisi jemaah yang umumnya berusia lanjut,” ujar Subhan Cholid, Kepala Bidang Transportasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji, Kamis (30/8).
Evaluasi dan inovasi
Sementara itu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam rapat evaluasi, di Jeddah, Rabu malam (Kamis pagi WIB) memaparkan sejumlah inovasi haji 2018 ini terus dikembangkan pada musim haji 2019.
Pertama, fast track (jalur cepat) imigrasi, akan diberlakukan kepada seluruh jemaah di 13 embarkasi. Tahun ini, jalur cepat tersebut baru diujicobakan pada jemaah haji yang berangkat melalui Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta) dan Juanda (Surabaya).
Agar antrean jemaah tak kacau saat tiba di Arab Saudi, pembentukan kelompok terbang (kloter) jemaah harus dilakukan sejak 2-3 bulan sebelum keberangkatan. Konfigurasi manifes di pesawat sudah diatur berdasarkan regu dan rombongan. Berdasarkan pengalaman dalam uji coba 2018 ini, antrean jemaah masih kocar–kacir saat memasuki jalur cepat imigrasi lantaran seat di pesawat tidak sistematik. Hal ini memperlambat pergerakan jemaah hingga melelahkan.
Kedua, sewa hotel di Madinah seluruhnya akan menggunakan pola satu musim haji penuh. Selama ini, sebagian hotel disewa satu musim penuh , sebagian lagi masih blocking time (paruh waktu). Sejumlah kasus menunjukkan, jemaah sempat telantar 2-3 jam di luar kamar hotel saat tiba di Madinah. Hotel yang dituju masih sedang ditempati oleh pengguna lain. Kamar hotel seperti ini disewa berpola paruh waktu.
Ketiga, terkait fase Arafah, Muzdalifah, dan Mina, pada tahun 2018 ini jumlah tenda sangat terbatas, bahkan ada kelompok bimbingan bbadah haji yang mengapling tenda. “Dibutuhkan ketegasan petugas. Ke depan tenda harus diberi nomor, sehingga tidak ada lagi saling klaim,” kata Lukman.
Keempat, revitalisasi Satuan Tugas Operasional Armuzna. Tahun depan akan menggunakan pemetaan yang jelas, kualifikasi, komposisi, dan jumlah petugas setiap pos.
Kelima, jemaah perlu panduan yang mempermudah ibadah haji.
Keenam, pelaporan secara digital digalakkan dan pola manual harus ditinggalkan. “Sistem informasi harus terintegrasi dengan kloter maupun non-kloter,” tambahnya.
Ketujuh, kantor daerah kerja dioptimalkan dengan sistem terpadu sehingga setiap orang dapat terlayani efektif.
Kedelapan, bidang kesehatan diperhatikan dari hulu. Rekam medik kesehatan jemaah harus terintegrasi dengan aplikasi terpadu sehingga terkawal sejak di Tanah Air. (NAR)