Ma’ruf Amin Nonaktif, Ketua Harian MUI Dijabat Wakil Ketua Umum
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ma’ruf Amin resmi nonaktif sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia seiring dengan keputusannya maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo. Jabatan Ketua MUI saat ini diisi oleh Wakil Ketua Umum Yunahar Ilyas dan Zainut Tauhid Sa’adi.
Rapat pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Rabu (28/8/2018) di Kantor MUI, Jakarta, memutuskan bahwa Ma’ruf Amin telah nonaktif sebagai Ketua MUI. Selain itu, Ma’ruf juga harus melepas jabatannya jika terpilih menjadi wakil presiden pada Pemilu Presiden 2019.
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin, keputusan tersebut diambil berdasarkan ketentuan keorganisasian MUI, khususnya Pedoman Rumah Tangga Pasal 1 Ayat 6 Butir f. Ketentuan tersebut menyatakan, jabatan ketua umum dan sekretaris jenderal tidak boleh dirangkap dengan jabatan politik di eksekutif dan legislatif serta pengurus harian partai politik.
”Jabatan sekarang sebagai ketua pelaksana harian diamanahkan kepada dua orang wakil ketua umum, yaitu Yunahar Ilyas dan Zainut Tauhid,” ujar Din saat memberikan keterangan kepada wartawan.
Din menyampaikan, keputusan ini bertujuan untuk menjaga independensi MUI dalam Pilpres 2019. Din juga memastikan, MUI tidak akan berpihak kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden mana pun serta bersikap netral terhadap semua kelompok umat Islam.
”Dewan pimpinan mewanti-wanti MUI harus netral di atas semua kelompok dan umat Islam tidak perlu ragu-ragu ke MUI. Baik umat Islam yang mendukung pasangan A maupun pasangan B, insya Allah, MUI mengayomi seluruhnya,” tutur Din.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Didin Hafidhuddin menambahkan, demi menjaga marwah kelembagaan MUI, Ma’ruf dilarang menggunakan simbol MUI saat kampanye atau untuk sarana politik lain.
”Ini dilakukan demi menegakkan marwah organisasi dan peran MUI dan jati diri MUI sebagai khadimul ummah wa shadiqul hukumah. Maka, seyogianya organisasi MUI dan posisi-posisi di MUI tidak digunakan untuk kepentingan politik kekuasaan yang dapat memecah belah umat Islam dan bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Dalam menghadapi Pilpres 2019, MUI juga menyerukan kepada umat Islam, khususnya pelaku dan elite politik, agar mengedepankan etika politik yang berkeadaban. Hal itu dapat dilakukan dengan tidak menampilkan rasa kebencian dan permusuhan yang bisa memecah belah bangsa Indonesia.
Selain itu, MUI juga menyerukan agar umat Islam tetap memelihara ukhuwah Islamiyah dan tidak terjebak dalam permusuhan pertentangan internal Islam. Perbedaan pandangan ataupun aspirasi politik yang terjadi sepatutnya tidak merusak persaudaraan sesama Muslim.