Penghargaan untuk Masnu’ah, Pelopor Komunitas Perempuan Nelayan
“Penghargaan Saparinah Sadli yang dipercayakan kepada kami tahun ini membuktikan perempuan nelayan memiliki karya, terorganisir, terdidik, mandiri, dan berdaulat. Kami membangun solidaritas untuk melawan, mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan bentuk-bentuk tindak kekerasan pada perempuan nelayan”.
Hal ini diungkapkan Masnu’ah (44), pelopor komunitas perempuan nelayan “Puspita Bahari” di Kabupaten Demak, Jawa tengah, sesaat setelah menerima Anugerah Saparinah Sadli 2018, Jumat (24/8/2018) malam di Jakarta.
Anugerah Saparinah Sadli 2018 diberikan kepada Masnu’ah karena dia dinilai sangat gigih dalam memperjuangkan hak-hak perempuan nelayan di Indonesia. Anugerah Saparinah Sadli 2018 yang diterima Masnu’ah merupakan penghargaan yang ke-7. Anugerah Saparinah Sadli merupakan penghargaan bagi perempuan, untuk perempuan, dan dari perempuan yang diberikan setiap dua tahun, sejak 2004.
Masnu’ah dinilai sangat gigih dalam memperjuangkan hak-hak perempuan nelayan di Indonesia.
Anugerah Saparinah Sadli 2018 diserahkan langsung oleh Saparinah yang malam itu juga merayakan ulang tahunnya yang ke-92. Saparinah memberikan apresiasi yang tinggi kepada juri yang menemukan sosok Masnu’ah. “Bisa menemukan perempuan nelayan itu luar biasa. Ini memang bukan hal yang gampang, tetapi sosok Masnu’ah bisa diangkat oleh dewan juri saya pikir ini hebat sekali,” ungkap Saparinah.
Malam anugerah Saparinah Sadli dihadiri Sinta Nuriah Wahid (istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid) yang tampil menjadi pembicara kunci dengan tema “Kepemimpinan Perempuan dan Kebinekaan Indonesia”.
Pada acara yang dihadiri para tokoh dan aktivis perempuan tersebut, Sinta menyampaikan bahwa Anugerah Saparinah Sadli sangat penting dan strategis, apalagi penghargaan diberikan kepada perjuangan keadilan dan kesetaraan. "Ini suatu hal yang sangat penting di tengah masyarakat yang terjebak dinding primordialisme, intoleransi kelompok dengan tarikan kepentingan yang sangat kuat," katanya .
Sinta juga mengingatkan bahwa perempuan adalah pemimpin tidak hanya di rumah tapi juga di tengah masyarakat bahkan bagi negara dan bangsa. “Itu artinya perempuan tidak hanya sebagai pendidik, tapi seorang pemimpin yang bisa menentukan kuat dan tidaknya sebuah negara, tapi juga bisa menentukan tumbangnya dan tegaknya sebuah negara,” ujar Sinta.
Menurut Ketua Panitia Anugerah Saparinah Sadli 2018, Rita Serena Kalibonso, kali ini tema yang dipilih adalah Keteladanan Pemimpin Perempuan dalam Kebinekaan Masyarakat Indonesia. Tema ini dipilih karena pentingnya peran kepemimpinan dan keteladanan perempuan dalam kehidupan kebinekaan masyarakat Indonesia, baik tingkat lokal maupun nasional, termasuk dalam berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, sosial, budaya, dan infrastruktur desa yang sangat berarti bagi komunitas marginal dan miskin,” ujar Rita.
Penting, peran kepemimpinan dan keteladanan perempuan dalam kehidupan kebinekaan masyarakat Indonesia.
Perempuan yang gigih
Masnu’ah terpilih sebagai penerima Anugerah Saparinah Sadli 2018 karena berbagai kegiatan yang dilakukannya selama ini. Dia adalah Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) yang mengkoordinir advokasi 16 kelompok perempuan nelayan di berbagai kabupaten Indonesia sejak tahun 2014.
Dewan Juri Anugerah Saparinah Sadli 2018 menilai, Masnu’ah adalah perempuan yang secara gigih melakukan kegiatan berorganisasi dan pendidikan berbasis komunitas. Kegiatannya antara lain simpan pinjam, pelatihan produksi dan pemasaran hasil laut, pendampingan korban kekerasan, penyaluran bantuan sosial serta advokasi pengakuan hak-hak perempuan nelayan.
Kepemimpinannya bergerak terus membangun koperasi hasil perikanan di daerah asalnya tersebut, hingga kemudian Masnu’ah terpilih sebagai Sekjen PPNI. Masnu’ah dinilai sebagai sosok agen perubahan yang lahir dari komunitas dan patut menjadi teladan sebagai pemimpin perempuan. Sebab dia tak berhenti memperjuangkan pengakuan atas identitas nelayan perempuan.
Masnu’ah dinilai sebagai sosok agen perubahan yang lahir dari komunitas dan patut menjadi teladan sebagai pemimpin perempuan.
Salah satu capaian Masnu’ah yang luar biasa adalah berhasil memperjuangkan hak perempuan nelayan untuk mendapatkan pengakuan sebagai nelayan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta membangun sekolah berbasis komunitas untuk nelayan perempuan.
Malam anugerah tersebut juga dimanfaakan Masnu’ah untuk menyampaikan harapan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengakui keberadaan perempuan nelayan di seluruh Indonesia secara merata.”Tanpa ada pengakuan terhadap profesi perempuan nelayan secara hukum, perempuan nelayan tidak mendapat perlindungan negara,” kata Masnu’ah.
Seusai menerima penghargaan, dalam sambutannya Masnuah menyampaikan terima kasih kepada organisasi masyarakat sipil yang selama ini mendukung dan menghantar dirinya sampai pada panggung penghargaan tersebut.
Digagas sahabat-sahabat
Anugerah Saparinah Sadli digagas oleh sahabat-sahabat Saparinah antara lain Astari Rasyid, Carla Bianpoen, Kristi Purwandari, Debrda H Yatim, Ery Seda, Hermandari Kartowisastro, Mari Elka Pangestu, Mayling Oey-Gardiner, dan Smita Notosusanto. Tujuannya, untuk memberikan inspirasi kepada masyarakat dan generasi penerus agar terus bekerja demi terciptanya keadilan jender dan masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai kebinekaan di Indonesia.
Sosok Saparinah Sadli menjadi inspirasi kuat lahirnya Anugerah Saparinah Sadli. Bukan saja sebagai seorang akademisi, Saparinah Sadli juga merupakan pegiat keadilan gender yang gigih, tekun, dan konsisten. Berbagai aktivitas dilakukannya baik di bidang penelitian, pendidikan, serta advokasi dalam upaya mencapai kesetaraan dan keadilan bagi perempuan. Anugerah Saparinah Sadli telah menghasilkan delapan perempuan luar biasa Indonesia yang menjadi teladan dan inspirasi bagi perempuan Indonesia.
Sebelum Masnu’ah, ada tujuh perempuan yang menerima Anugerah Saparinah Sadli. Mereka adalah Maria Ulfa Anshor, mantan Ketua Umum PP Fatayat Nahdlatul Ulama (2004); Aleta Ba’un, perempuan yang menolak eksploitasi pertambangan di Pulau Timor Nusa Tenggara Timur dan Mutmainah Korona, aktivis dari Sulawesi Tengah yang menggolkan peraturan daerah yang mengatur partisipasi perempuan (2007); Nani Zuminarni, pemimpin Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) (2010); Baihajar Tualeka, perempuan yang menjadi koordinator lembaga pemberdayaan perempuan dan anak di Ambon, Maluku (2012); Asnaini Mirzan, kepala kampong perempuan pertama di Kabupaten Aceh Tengah (2014); Sri Wahyuningsih, perempuan perintis Paguyuban Guru Peduli Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Bondowoso, Jatim (2016).
Penghargaan yang diterima perempuan-perempuan tersebut setidaknya memberi motivasi dan semangat bagi perempuan di Tanah Air. Setidaknya seperti harapan Sinta Nuriyah, anugerah tersebut memberi makna penting karena bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menegakkan keadilan, mewujudkan kesetaraan jender, dan menjaga persaudaraan pada sesama.
Bahkan, anugerah tersebut akan menambah semangat perjuangan mengokohkan niat dan keyakinan bahwa perempuan-perempuan tersebut sudah berada di jalan yang tepat serta mereka tidak berjalan sendirian. Anugerah tersebut merupakan oase yang mengalirkan kesejukan di tengah suasana yang panas.