MEKKAH, KOMPAS — Para jemaah haji asal Indonesia telah menuntaskan tawaf ifadah di Masjidil Haram, Mekkah, Jumat (24/8/2018). Kini, pemerintah tengah menyiapkan proses pemulangan yang dimulai Minggu besok.
Secara keseluruhan tahapan krusial telah dilewati dengan lancar, terutama fase wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, dan lontar jumrah di Mina.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin selaku Amirul Hajj Indonesia, menyampaikan penghargaan kepada sekitar 4.800 petugas haji lintas sektor atas upayanya mengawal prosesi ibadah sekitar 204.000 jemaah reguler dan 17.000-jemaah khusus Indonesia.
“Alhamdulillah, fase krusial sudah dilewati tanpa masalah yang berarti, mulai dari pra wukuf, wukuf, hingga pasca wukuf,” kata Lukman Hakim, di Mekkah, Arab Saudi, Jumat (24/8).
Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), anggota jemaah yang wafat dalam fase Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), tanggal 20-24 Agustus, tercatat 33 orang. Dalam fase yang sama pada musim haji 2017, jumlah yang wafat mencapai 54 orang.
Adapun sepanjang musim haji 2018 ini, jumlah yang wafat hingga Jumat kemarin 130 orang. Tahun lalu, selama musim haji, jumlah yang wafat 657 orang.
Fase Armuzna selalu dianggap krusial. Dalam tahapan itu, ritual rukun dan wajib haji menuntut kegiatan fisik jemaah, dimulai dari pergerakan dari Mekkah ke Arafah untuk wukuf; dari Arafah ke Muzdalifah (mabit); hingga dari Muzdalifah ke Mina (mabit dan lontar jumrah).
Mabit dan lontar jumrah di Mina dianggap titik paling rawan, karena pergerakan jemaah dari tenda ke lokasi lontar jumrah selama tiga hari dilakukan dengan jalan kaki sejauh 7 km (pergi-pulang). Khusus di area ini, pemerintah Arab Saudi melarang penggunaan kendaraan bermotor.
Masalahnya, sekitar 70 persen jemaah haji Indonesia berusia lanjut dan berisiko dari sisi kesehatan. Kelelahan fisik dan heat stroke (kejang panas karena sengatan matahari) menghantui jemaah asal Indonesia. Terlebih dalam situasi cuaca panas dan berdesak-desakan dalam kerumunan jutaan jemaah lainnya.
Menag Lukman menilai, menurunnya jumlah jemaah yang wafat – khususnya pada fase Armuzna -- sebagai dampak positif dari pengetatan pemeriksaan sejak dari Tanah Air. Pemeriksaan itu menyangkut istitha’ah (kemampuan ibadah secara fisik, mental, dan perbekalan).
Pemulangan jemaah
Direktur Bina Haji Kemenag Khoirizi H Dasir menyatakan, kini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji menyiapkan pemulangan jemaah ke Tanah Air. Jemaah yang tergabung kelompok terbang gelombang pertama akan pulang secara berangsur, mulai Minggu (26 /8), melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah. Mereka dulu tiba di Arab Saudi melalui Bandar Udara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah.
Adapun jemaah yang tergolong gelombang II, dulu masuk ke Arab Saudi melalui Jeddah. Mereka akan diterbangkan berangsur ke Tanah Air melalui Madinah, mulai 7 September. Sebelum pulang, pulang mereka terlebih dulu menunaikan arbain (shalat jemaah 40 waktu) di Masjid Nabawi.
Pengangkutan jemaah dan barang dari hotel ke bandara perlu tata kelola yang apik. Sekitar 60 persen jemaah pulang melalui Bandara Jeddah. Selebihnya kembali ke Tanah Air melalui Madinah. Penerbangan mereka dilayani maskapai Garuda dan Saudi Airlines.
Para jemaah diingatkan untuk mematuhi ketentuan beban bagasi maksimal 32 kg. Melebihi ketentuan bagasi tidak saja merepotkan jemaah bersangkutan, tetapi juga berisiko mengganggu jadwal penerbangan. “Tidak dilarang bawa oleh-oleh, tetapi tolong patuhi ketentuan itu,” kata Khoirizi.
Beberapa tahun terakhir, pemerintah tak lagi menanggung pengangkutan kargo barang-barang bawaan jemaah yang melebihi ketentuan. Biaya pengangkutan barang jemaah bisa mencapai Rp 7 miliar. “Tak ada lagi anggaran untuk itu. Jadi, sayang jika barang belanjaan jemaah tertumpuk dan mubazir,” kata Khoirizi. (NAR)