JAKARTA, KOMPAS - Pengetesan integrasi persinyalan kereta MRT mulai dilaksanakan sejak 9 Agustus dan berlangsung selama lima pekan. Pengetesan dilakukan di jalur utama perlintasan kereta yakni dari Depo Lebak Bulus hingga Stasiun Bundaran Hotel Indonesia.
Tes integrasi persinyalan ini dilakukan dengan menggunakan kereta pertama. Pengujian itu merupakan kelanjutan dari pengujian sebelumnya, yaitu tes integrasi persinyalan di area Depo Lebak Bulus serta tes sistem persinyalan di jalur utama tanpa menjalankan kereta.
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Rabu (22/8/2018), menjelaskan, tahap ini masih dalam tahap testing and commissioning (pengujian dan pemeriksaan) sistem yang sudah terpasang di depo dan jalur utama kereta MRT Jakarta.
Pengetesan ini, lanjut Silvia, berupa uji penerimaan sistem persinyalan atau system acceptance test (SAT) persinyalan. “SAT ini akan berlangsung lima minggu,” jelasnya.
Tubagus Hikmatullah, Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta, dalam keterangan kepada pers melalui surat elektronik, menjelaskan, pengetesan dilakukan dengan menjalankan kereta dari Depo Lebak Bulus menuju Stasiun Bundaran Hotel Indonesia, dan kembali ke Depo Lebak Bulus. Saat itulah, untuk pertama kalinya, kereta MRT Jakarta melintas di jalur bawah tanah.
"SAT persinyalan berlangsung sukses sesuai dengan harapan,” kata Hikmatullah.
Uji coba SAT persinyalan ini dilakukan dengan menjalankan kereta dengan kecepatan rendah, kecepatan sedang, serta kecepatan tinggi.
Kereta MRT dioperasikan menggunakan sistem persinyalan pengendali kereta berbasis komunikasi atau Communication-based Train Control (CBTC). Dengan sistem CBTC, jalannya kereta dikendalikan dari ruang pusat kendali operasi atau Operation Control Center (OCC) oleh Traffic Dispatcher. Salah satu kelebihan sistem persinyalan ini adalah pengaturan rentang waktu antarkereta lebih rapat.
Silvia melanjutkan, SAT persinyalan ini belum merupakan tes trial run atau uji coba operasi kereta tanpa membawa penumpang.
“Setelah SAT persinyalan dengan kereta, akan dilakukan pengujian dan pemeriksaan terhadap sistem perkeretaapian yang lain seperti platform screendoor (PSD/pintu otomatis pembatas peron). Kami juga akan melakukan pengujian-pengujian terhadap setiap kereta, satu per satu,” jelas Silvia.
Setelah itu, masih akan dilakukan pengujian dan pemeriksaan terintegrasi (integrated test and commissioning). Saat pengujian inilah, setiap sistem dites operasinya sebagai satu kesatuan.
Silvia menyontohkan pengujian kereta dengan PSD untuk memastikan kereta berhenti tepat di depan PSD, sehingga pintu kereta dan PSD bisa terbuka bersamaan. Setelah itu, baru dilakukan trial run atau uji coba operasi kereta tanpa penumpang. Menilik jadwal PT MRT Jakarta, trial run ini baru dilakukan awal 2019, menjelang operasional resmi pada Maret 2019.
Kereta kembali datang
Sementara, kereta-kereta MRT yang sudah selesai diproduksi di Jepang kembali tiba di Jakarta. Kereta-kereta ini siap diuji.
“Empat set rangkaian kereta atau sebanyak 24 unit kereta tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada Jumat (18/8/2018). Kereta-kereta MRT Jakarta itu diangkut dengan kapal SE Potentia dan menjalani perjalanan laut selama 14 hari dari Toyohashi, Jepang,” ujar Hikmatullah.
Setelah dilakukan pemeriksaan, mulai pukul 14.00, satu per satu kereta baru yang diproduksi Nippon Sharyo Jepang untuk MRT Jakarta tersebut mulai diturunkan dari kapal. Rangkaian kereta kemudian dibawa ke Depo MRT di Lebak Bulus, mulai 19 Agustus hingga 27 Agustus malam. Setiap malam, empat kereta akan dikirim dari pelabuhan ke depo.
Dengan demikian, rangkaian kereta MRT yang tiba berjumlah enam rangkaian. Dengan pemesanan 96 kereta atau 16 set kereta, masih akan datang 10 rangkaian lain secara bertahap hingga November 2018. (HLN)